LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KEPENGAWASAN
(PTKp)
UPAYA
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYUSUN EDS (EVALUASI DIRI
SEKOLAH)
MELALUI
PELAKSANAAN IN HOUSE TRAINING)
WILAYAH
BINAAN .........................................
TAHUN
PELAJARAN 2014/2015
Diajukan untuk
Memenuhi Syarat Kenaikan Pangkat IV/ b
Bidang
Pengembangan Profesi Pengawas Sekolah
Disusun Oleh :
………………………………….
NIP. ……………………..
DINAS …………………………………………………….
KABUPATEN ………………………….
2015
LEMBAR IDENTITAS DAN
PENGESAHAN
LAPORAN
HASIL PENELITIAN TINDAKAN KEPENGAWASAN
JUDUL
UPAYA
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYUSUN EDS (EVALUASI DIRI
SEKOLAH)
MELALUI
PELAKSANAAN IN HOUSE TRAINING)
WILAYAH
BINAAN .........................................
TAHUN
PELAJARAN 2014/2015
IDENTITAS PENELITI
a.
Nama Lengkap :
………………………………………..
b.
NIP :
………………………………………
c.
Jenis Kelamin :
………………………………………
d.
Pangkat/Golongan :
………………………………………
e.
Unit Kerja :
………………………………………
………………………………………
f.
Waktu Penelitian :
05 Januari 2015 s.d 15 Maret 2015
Mengetahui
……………………….
Koordinator Pengawas Peneliti,
……………………………
…………………………. ………………………….
NIP.
………………… NIP. ………………………
Mengetahui / Mengesahkan
Kepala Dinas Pendidikan
…………………………………..
………………………………….
NIP. …………………….
UPAYA
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYUSUN EDS (EVALUASI DIRI
SEKOLAH)
MELALUI
PELAKSANAAN IN HOUSE TRAINING)
WILAYAH
BINAAN .........................................
TAHUN
PELAJARAN 2014/2015
ABSTRAK
Penelitian
ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah di SMA wilayah binaan
……………… dalam menyusun program Evaluasi Diri Sekolah (EDS) melalui pola
pembinaan In House Training. Penelitian
ini merupakan penelitian tindakan dengan subjek penelitian seluruh kepala sekolah
SMA wilayah binaan …………… sebanyak 3 orang. Untuk teknik pengumpulan data yang
digunakan berupa observasi, dan dokumentasi. Adapun dalam analisis data,
penelitian ini melalui tiga tahapan analisis yaitu reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data menggunakan uji
kredibilitas triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya
peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam menyusun EDS di di wilayah binaan …………..
melalui pola pembinaan in House Training,
hal ini dibuktikan dengan peningkatan kemampuan kepala sekolah cara menyusun
EDS sebelum dilakukan tindakan sebesar 0%, pada siklus I meningkat menjadi 66,67%
dan pada siklus II sebesar 100%, melampaui indikator yang ditetapkan sebesar
85%. Peningkatan kemampuan kepala
sekolah dalam menyusun EDS berdasarkan rata-rata penilaian secara klasikal
sebelum dilakukan tindakan sebesar 51,00, pada siklus I meningkat menjadi 69,67
dan pada siklus II menjadi 92,33. Hal ini menunjukkan bahwa pada siklus
terakhir semua kepala sekolah dinyatakan meningkat kemampuannya dalam menyusun
EDS karena telah memenuhi indikator keberhasilan yaitu minimal masuk dalam
rentang 70-89 atau mendapat kriteria nilai minimal BAIK.
Kata Kunci: Kemampuan, EDS, in house training
KATA PENGANTAR
Puji syukur
dengan ucapan Alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas segala
rahmatNya yang telah menjadikan laporan Penelitian Tindakan Kepengawasan (PTKp)
dengan judul ” Upaya Meningkatkan Kemampuan Kepala Sekolah
Dalam Menyusun EDS (Evaluasi Diri Sekolah) Melalui Pelaksanaan In House Training) Wilayah
Binaan ......................................... Tahun Pelajaran 2014/2015” ini dapat peneliti selesaikan. Penelitian
ini diajukan untuk melengkapi syarat-syarat Kenaikan pangkat dari golongan IV/a
Ke golongan IV/b.
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam penyusunan penelitian ini khususnya kepada:
1.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten ………………
2.
.....................,
selaku Koordinator Pengawas Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
Kabupaten ……………….
3.
Rekan-rekan Pengawas Dinas Pendidikan, Pemuda dan
Olahraga Kabupaten ……………..
4.
Kepala Sekolah dan Dewan Guru serta Karyawan di Sekolah
Binaan ……………...
5.
Semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa dalam pembuatan laporan PTKp ini tidak menutup
kemungkinan masih terdapat kekurangan dari berbagai segi, mungkin
sistematikanya, mungkin isinya, maupun segi kebahasaannya. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari pembaca umumnya sangat peneliti harapkan. Betapapun
begitu, peneliti tetap berharap laporan PTKp ini bisa memberikan kontribusi
kepada dunia pendidikan umumnya dan kepada pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas kepengawasannya
khususnya.
………………………………..
Peneliti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii
ASBTRAK.......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................................................ iv
DAFTAR ISI....................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..............................................................
B. Identifikasi Masalah....................................................................
C. Perumusan Masalah.....................................................................
D. Tujuan Penelitian.........................................................................
E. Manfaat Penelitian.......................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian
Teori ...............................................................................
B. Kerangka
Pikir.............................................................................
C. Hipotesis
Tindakan......................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian ........................................................................
B. Metode dan Rancangan Penelitian..............................................
C. Subjek dan Objek Penelitian........................................................
D. Teknik Pengumpulan Data...........................................................
E. Validasi Data...............................................................................
F. Analisis Data................................................................................
G. Prosedur Penelitian......................................................................
H. Indikator dan Kriteria Keberhasilan............................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data.............................................................................
B. Hasil Penelitian ...........................................................................
C. Pembahasan.................................................................................
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
.....................................................................................
B. Saran............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR
TABEL
Tabel Halaman
Tabel 4.1 Data Kemampuan Kepala Sekolah dalam
Penyusunan EDS pada Kondisi Awal
Tabel 4.2 Rekapitulasi Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun EDS pada
Siklus Pertama ..................................................................................................
Tabel 4.3 Rekapitulasi Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun EDS pada
Siklus Kedua ..................................................................................................
Tabel 4.4 Rekapitulasi Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun EDS pada
Kondisi Awal dan Siklus Pertama..........................................................................
Tabel 4.5 Rekapitulasi Peningkatan Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun
EDS pada Pertama dan Siklus Kedua......................................................................
Tabel 4.6 Rekapitulasi Peningkatan Hasil Penilaian Kemampuan Kepala Sekolah
dalam Menyusun EDS pada Kondisi Awal, Siklus Pertama dan Siklus Kedua............
DAFTAR
GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir.........................................................
Gambar 3.1 Langkah-langkah PTKP (Arikunto, 2010:16).....................
Gambar 4.1 Grafik Peningkatan Kemampuan Kepala Sekolah
dalam Menyusun EDS Berdasarkan Perolehan Nilai pada Kondisi Awal ke Siklus I.................
Gambar 4.2 Grafik Peningkatan Kemampuan Kepala Sekolah
dalam Menyusun EDS Berdasarkan Perolehan Nilai pada Siklus I ke Siklus II..........................
Gambar 4.3 Grafik Peningkatan Kemampuan Kepala Sekolah
dalam Menyusun EDS Berdasarkan Perolehan Nilai Rata-Rata pada Kondisi Awal,
Siklus I dan Siklus Kedua
DAFTAR
LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 2 Jadwal Kegiatan Penelitian
Lampiran 3 Instrumen Pengumpulan Data
Lampiran 4 Analisis Data Hasil Penelitian
Lampiran 5 Daftar Hadir
Lampiran 6 Foto Dokumentasi Kegiatan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengawas sekolah menurut Syaiful (2010:138) adalah jabatan resmi
bidang pendidikan yang ada di Indonesia untuk melakukan pemantauan atas
pelaksanaan manajemen sekolah dan pelaksanaan belajar mengajar di kelas. Dengan
kata lain, pengawas adalah menjaga agar kegiatan pendidikan, kegiatan belajar
mengajar di sekolah tetap berjalan sesuai tujuan yang telah digariskan. Pengawas sekolah berfungsi sebagai supervisor
baik supervisor akademik maupun supervisor manajerial. Sebagai supervisor
akademik, pengawas sekolah berkewajiban untuk membantu kemampuan profesional
guru agar guru dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran. Sedangkan sebagai
supervisor manajerial, pengawas berkewajiban membantu kepala sekolah agar
mencapai sekolah yang efektif. Pengawas merupakan orang pertama dari luar
sekolah yang secara tugasnya membimbing seluruh komponen sekolah langsung
dalam pengembangan mutu sekolah.
Usaha perbaikan dan pengembangan mutu sekolah harus terus
dilakukan. Sekolah perlu mencari inovasi baru dalam melaksanakan berbagai
program yang telah disusun sesuai dengan tuntutan masyarakat dan lingkungan
sosial yang kian mengalami perubahan. Program merupakan bagian dari kegiatan
sekolah yang disusun dan direncanakan untuk mengembangkan kualitas pembelajaran
yang sudah ada. Perencanaan program sekolah tentu tidak lepas dari visi dan
misi dari sekolah itu sendiri. Menurut Sudarwan Danim (2008: 73), visi sekolah
pada intinya adalah statemen paling fundamental mengenai nilai, aspirasi, dan tujuan
institusi persekolahan yang menentukan keberhasilan pengelolaan yang
profesional.
Keberhasilan pengelolaan sekolah sangat ditentukan dari kesatuan
peran komponen pendukungnya seperti kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, dan
orang tua. Berkembangnya iklim akademik dan kekompakan dalam kerja dapat
mengembangkan sebuah manajemen berbasis sekolah yang berlandaskan kemandirian,
kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Meskipun terkadang
komponen sekolah masih belum mampu menjalankan fungsi dan perannya dengan baik
yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan sehingga
secara otomatis program sekolah yang telah direncanakan tidak dapat berjalan
dengan baik. Salah satu tahapan sebagai strategi dalam upaya peningkatan mutu
yang berbasis sekolah dapat dicapai melalui evaluasi diri (self assessment).
Evaluasi diri berfungsi untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan mengenai
sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai
target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek
aspek intelektual, keterampilan maupun aspek lainnya. Evaluasi Diri Sekolah
(EDS) kemudian menjadi salah satu instrumen dalam pelaksanaan Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan (SPMP). EDS merupakan suatu proses evaluasi diri
sekolah/madrasah yang bersifat internal yang melibatkan pemangku
kepentingan untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang hasilnya dipakai sebagai dasar
penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) dan sebagai masukan bagi
perencana investasi pendidikan tingkat kabupaten/kota (Panduan Teknis EDS/M
2010).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Pasal 91 Ayat
1 disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal
wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. Sedangkan dalam Peraturan Menteri
Nomor 63 tahun 2009 menyebutkan penjaminan mutu oleh satuan pendidikan
dilaksanakan sesuai prinsip otonomi satuan pendidikan untuk mendorong tumbuhnya
budaya kreativitas, inovasi, kemandirian, kewirausahaan, dan akuntabilitas. EDS
cukup penting dilakukan karena sampai sekarang belum ada alat yang dapat
digunakan untuk memberikan gambaran kinerja sekolah diukur dari aspek SPM dan 8
SNP secara akurat. Pelaksanaan evaluasi di sekolah sebenarnya sudah sering
dilakukan namun sifatnya masih eksternal karena dilakukan oleh pihak
luar sehingga EDS dapat menjadi cermin sekolah guna memperbaiki kinerja
sekolah. EDS juga bisa menjadi bagian dalam upaya pengembangan karakter
khususnya nilai kejujuran dan kedisiplinan karena dalam pelaksanaan EDS perlu
perhatian dan kejujuran dari komponen sekolah untuk mengisi instrumen EDS
walaupun instrumen EDS berasal dari pemerintah pusat. Selain itu, EDS merupakan
bagian dari proses pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan. Hal ini terlihat
dari adanya keterlibatan orang tua dan komite sekolah dalam pelaksanaan program
EDS. EDS dilakukan sekolah setiap setahun sekali setelah akhir tahun pelajaran
dengan melibatkan seluruh komponen sekolah dan dimonitoring oleh pengawas.
Sekolah-sekolah di wilayah binaan peneliti yang terdiri dari 3
sekolah, dengan penjelasan 2 sekolah negeri, 1 sekolah swasta telah
melaksanakan program Evaluasi Diri Sekolah (EDS) pada setiap tahunnya. Hasil
EDS digunakan oleh pihak sekolah untuk membuat rencana kegiatan sekolah dalam
upaya pengembangan sekolah ke arah yang lebih baik. Seluruh sekolah di wilayah binaan sampai saat ini terus
melakukan upaya peningkatan mutu sekolah dan secara berkesinambungan menata
serta berupaya mengembangkan berbagai sektor unggul untuk menjadi andalan
sekolah. Dengan EDS, sekolah diharapkan dapat mengetahui bidang apa yang
menjadi prioritas untuk diperbaiki dan dikembangkan.
Dari ke 3 sekolah binaan di atas, berdasarkan hasil observasi pada
kondisi awal belum ada satu sekolahpun yang dinyatakan mampu menyusun EDS dengan benar sesuai dengan petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis yang ada, di mana hanya ada 2 kepala sekolah atau
66,67% yang mendapat
nilai dalam kriteria cukup, dan 1 kepala sekolah lainnya atau 33,33% mendapatkan nilai pada kriteria kurang.
Mengatasi masalah tersebut, upaya peningkatan
kemampuan kepala sekolah binaan pada hakikatnya dapat dilakukan oleh instansi
terkait dengan berbagai jenis kegiatan ataupun dengan berbagai metode dan
strategi. Diantara upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
kepala sekolah binaan adalah kegiatan supervisi akademik, kegiatan KKKS yang
berupa case study, lesson study dan
penelitian karya ilmiah, serta dapat berupa pendidikan dan pelatihan seperti:
program magang, belajar jarak jauh, pelatihan berjenjang, kursus singkat dan in House Training (iHT). Berdasarkan hal
itu, maka salah satu upaya yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kemampuan
kepala sekolah binaan dalam menyusun program Evaluasi Diri Sekolah (EDS) yaitu
melalui kegiatan pelatihan, dalam penelitian ini akan dicobakan kegiatan in House Training (iHT) sebagai
pemecahan masalah, diharapkan dengan kegiatan pelatihan tersebut permasalahan
yang muncul dapat teratasi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti lakukan, ditemukan
beberapa permasalahan terkait dengan pelaksanaan program EDS sekolah di wilayah
binaan peneliti antara lain:
1. Pemahaman
kepala sekolah, guru, komite sekolah dan orang tua siswa akan pentingnya program
EDS masih rendah;
2. Kurang
adanya koodinasi antara kepala sekolah dengan Tim Pengembang Sekolah dalam penyusunan
EDS
3. Komponen
sekolah tidak memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan EDS sehingga EDS
dianggap beban tambahan sekolah;
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, batasan masalah, dan fokus
penelitian yang dikemukakan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana
proses pelaksanaan In House Training
sebagai upaya peningkatan kemampuan kepala sekolah di SMA wilayah binaan ………………
dalam menyusun program Evaluasi Diri Sekolah (EDS)?
2. Bagaimana
upaya meningkatkan kemampuan kepala sekolah di SMA wilayah binaan ……………… dalam
menyusun program Evaluasi Diri Sekolah (EDS) melalui pola pembinaan In House Training?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan kegiatan penelitian tindakan sekolah ini adalah
untuk meningkatkan kemampuan kepala
sekolah di SMP wilayah binaan dalam
penyusunan program Evaluasi Diri Sekolah (EDS).
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak
yakni antara lain :
1. Secara
Teoritis
Penelitian ini dapat
digunakan sebagai informasi dan wawasan dalam penyusunan program-program
sekolah melalui EDS.
2. Secara
Praktis
a. Bagi
Kepala Sekolah
Hasilnya dapat dipakai sebagai umpan balik dan bahan evaluasi
dalam pelaksanaan program EDS selanjutnya serta sebagai informasi untuk proses
pembuatan rencana pengembangan sekolah dalam upaya peningkatan pelayanan
pendidikan.
b. Bagi
Komite Sekolah
Memberikan pengetahuan dan gambaran akan kinerja sekolah dan
prestasi yang telah dicapai sekolah dalam kurun waktu satu tahun.
c. Bagi
Peneliti
Memberikan pengetahuan akan pelaksanaan program EDS di sekolah
yang merupakan interpretasi dari sebuah kebijakan pemerintah.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1.
Kemampuan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa,
sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan,
kekuatan (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998: 552-553). Kemampuan
(ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam
tugas dalam suatu pekerjaan. (Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge, 2009:
57).
Lebih lanjut, Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge (2009:
57-61) menyatakan bahwa kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya
terdiri atas dua kelompok faktor, yaitu :
a. Kemampuan
Intelektual (Intelectual Ability), merupakan kemampuan yang dibutuhkan
untuk melakukan berbagai aktifitas mental (berfikir, menalar dan memecahkan
masalah).
b. Kemampuan
Fisik (Physical Ability), merupakan kemampuan melakukan tugas-tugas yang
menuntut stamina, ketrampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam menguasai
suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan beragam tugas dalam suatu
pekerjaan.
2.
Kepala Sekolah
a. Pengertian Kepala Sekolah
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan lembaga
pendidikan. Kepala sekolah berasal dari dua kata “kepala dan sekolah”. Kata
kepala diartikan sebagai ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau
lembaga. Sedangkan sekolah adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima
dan memberi pelajaran (KKBI, 1998:420). Dengan demikian dapat diartikan secara
sederhana kepala sekolah merupakan tenaga fungsional guru yang diberi tugas
untuk memimpin suatu sekolah dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi
pelajaran dan peserta didik yang menerima pelajaran (Wahjosumidjo,
2007:81).
Pengertian kepala sekolah menurut para ahli adalah sebagai
berikut:
1) M.
Daryanto (2005:80) menjelaskan bahwa kepala sekolah merupakan personel sekolah
yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan-kegiatan sekolah, mempunyai
wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan seluruh kegiatan pendidikan
dalam lingkungan sekolah yang dipimpinnya dengan dasar pancasila yang bertujuan
untuk :
a) Meningkatkan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b) Meningkatkan
kecerdasan dan ketrampilan.
c) Mempertinggi
budi pekerti.
d) Memperkuat
kepribadian.
e) Mempertebal
semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
2) Mulyasa:
2004:126) menjelaskan bahwa kepala sekolah adalah motor penggerak dan penentu
kebijakan madrasah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan dalam
pendidikan pada umumnya dapat direalisasikan.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah
merupakan pimpinan tertinggi dalam lembaga pendidikan yang bertanggung jawab
terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan kelancaran jalannya sekolah
demi terwujudnya tujuan sekolah tersebut. Seorang kepala sekolah hendaknya
dapat meyakinkan kepada masyarakat bahwa segala sesuatunya telah berjalan
dengan baik, termasuk perencanaan dan implementasi kurikulum, penyediaan dan
pemanfaatan sumber daya guru, rekruitmen sumber daya peserta didik, kerjasama
sekolah dengan orang tua, serta lulusan yang berkualitas. Kepala sekolah
sebagai unsur vital bagi efektivitas dalam lembaga pendidikan menentukan tinggi
rendahnya kwalitas lembaga tersebut, kepala sekolah diibaratkan sebagai
panglima pendidikan yang melaksanakan fungsi kontrol berbagai pola kegiatan pengajaran
dan pendidikan didalamnya, oleh kerana itu suksesnya sebuah madrasah tergantung
pada sejauh mana pelaksanaan misi yang dibebankan diatas pundaknya,
kepribadian, dan kemampuannya dalam bergaul dengan unsur-unsur yang ada didalamnya.
b.
Peran, Fungsi dan Tanggung Jawab Kepala
Sekolah
Kepala sekolah yang berhasil adalah mereka yang memahami
keberadaan madrasah sebagai organisasi yang komplek dan unik, serta mampu
melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seorang pemimpin yang diberi
tanggung jawab untuk memimpin sekolah. Berbicara tentang Peran kepala sekolah
terkait peningkatan kinerja, maka peran kepala sekolah pada masing-masing
lembaga pendidikan berbeda. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dan
keberlangsungan organisasi adalah kuat tidaknya kepamimpinan, kegagalan dan
keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh pemimpin karena pemimpin
merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh menuju tujuan yang
akan dicapai.
Adapun peran kepala sekolah dapat diuraikan berikut ini:
a) Kepala
sekolah sebagai Educator (Pendidik), dalam hal ini kepala madrasah harus
berusaha menanamkan, memajukan, dan meningkatkan sedikitnya empat nilai kepada
para tenaga kependidikan yaitu: pembinaan mental tentang hal-hal yang berkaitan
dengan sikap batin dan watak, pembinaan moral yang berkaitan dengan ajaran baik
buruk suatu pebuatan, sikap, kewajiban sesuai tugas masing-masing, pembinaan
fisik terkait kondisi jasmani atau badan dan penampilan secara lahiriyah serta
pembinaan artistik terkait kepekaan menusia terhadap seni dan keindahan.
b) Kepala
sekolah sebagai Manager (pengelola) hendaknya mampu merencanakan,
mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan agar lembaga dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
c) Kepala
sekolah sebagai Administrator merupakan penanggung jawab atas kelancaran
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran.
d) Kepala
sekolah sebagai Supervisor dituntut untuk mampu meneliti, mencari, dan
menentukan syarat-syarat mana saja yang diperlukan untuk kemajuan lembaga.
e) Kepala
sekolah sebagai Leader (pemimpin) berupaya memberikan petunjuk dan
pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka dan berkomunikasi
dua arah dan mendelegasikan tugas.
f) Kepala
sekolah sebagai inovator harus mampu mencari dan menentukan serta melaksanakan
berbagai pembaharuan di madrasah.
g) Kepala
sekolah sebagai Motivator. Dalam hal ini harus memiliki strategi yang tepat
untuk memberikan motivasi kepada tenaga kependidikan dalam melakukan tugas dan
fungsinya (Agus Maimun, dkk, 2010:180)
Fungsi dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga
pendidikan akan menjadi efektif apabila mampu menjalankan proses
kepemimpinannya yang mendorong, mempengaruhi dan menggerakkan kegiatan dan
tingkah laku kelompoknya. Inisiatif dan kreativitas kepala sekolah yang
mengarahkan kepada kemajuan mendasar merupakan bagian integratif dari tugas dan
tanggung jawab. Fungsi utamanya adalah menciptakan kegiatan belajar mengajar
yang efektif dan efisien.
Suetopo dan Suemanto (1984:195) menjelaskan kepala sekolah
memiliki dua tanggung jawab ganda yaitu: (1) melaksanakan administrasi sekolah
sehingga dapat tercipta situasi belajar yang baik. (2) melaksanakan supervisi
pendidikan agar memperoleh peningkatan kegiatan mengajar guru dalam membimbing
pertumbuhan peserta didik.
Agus Maimun, dkk. ( 2010:180) menjelaskan bahwa seorang kepala
sekolah tidak hanya bertanggung jawab atas kelancaran sekolah secara teknis
akademis saja, melainkan juga bertanggung jawab dengan kondisi dan situasinya
serta hubungannya dengan masyarakat sekitarnya. Kegiatan yang menjadi tanggung
jawab kepala sekolah antara lain sebagai berikut:
a) Kegiatan
mengatur proses belajar mengajar.
b) Kegiatan
mengatur kesiswaan.
c) Kegiatan
mengatur personalia.
d) Kegiatan
mengatur peralatan pembelajaran.
e) Kegiatan
mengatur dan memelihara gedung dan perlengkapan. sekolah.
f) Kegiatan
mengatur keuangan.
g) Kegiatan
mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat.
3.
Pengawas Sekolah
a. Pengertian
Pengawas
Pengawas sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang
lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan
pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Sujana (2011:7)
Pengawas adalah pegawai negeri sipil yang diangkat dalam jabatan pengwas
sekolah, Sedangkan kepengawasan adalah kegiatan pengawas sekolah dalam menyusun
program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, mengevaluasi hasil
pelaksanaan program dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional
guru.
Menurut Sagala (2011:200) pengawas sekolah di kabupaten dan kota
adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang oleh
Bupati atau Walikota untuk melakukan pengawas sekolah, mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang ada, pengawas satuan pendidikan adalah sebagai pejabat
fungsional. Dalam Permendiknas Nomor 13 tahun 2007 dijelaskan bahwa seorang
kepala sekolah atau pengawas harus mempunyai lima kompetensi yaitu kompetensi
kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi akademik dan sosial. Dengan
kelima kompetensi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja kepala sekolah
atau pengawas dalam mengelola sekolahnya sehingga visi, misi dan tujuan sekolah
tersebut dapat tercapai secara optimal.
Pengawas sekolah berdasarkan keputusan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 118/1996 adalah pegawai negeri yang diberi
tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuholeh pejabat yang berwenang
untuk melakukan pengawasan dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari
segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan sekolah dasar
dan menengah. Uraian di atas dapat disimpulkan pengawas sekolah adalah pejabat
fungsional yang di angkat oleh pejabat yang berwewenang untuk melakukan
pengawasan dan penilaian serta bimbingan kepada kepala sekolah dan guru.
b. Jenjang
Jabatan dan Pangkat, Kedudukan, Bidang Pengawasan dan Tugas Pokok Pengawas
Sekolah
Jenjang Jabatan Pengawas Sekolah Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Jabatan Fungsional Pengawas
Sekolah dan Angka Kreditnya pasal 13, jenjang jabatan fungsional pengawas
sekolah dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, yaitu: (1) pengawas
sekolah muda; (2) pengawas sekolah madya; dan (3) pengawas sekolah utama.
Jenjang pangkat pengawas sekolah sesuai dengan jenjang jabatannya, yaitu (1)
pengawas sekolah muda: (a) Penata, golongan ruang III/c dan (b) Penata tingkat
I golongan ruang III/d. (2) pengawas sekolah madya: (a) Pembina golongan ruang
IV/a, (b) Pembina tingkat I golongan ruang IV/b, dan (c) Pembina utama muda
golongan ruang IV/c dan (3) pengawas sekolah utama: (a) Pembina utama madya
golongan ruang IV/d dan (b) Pembina utama golongan ruang IV/e.
c. Kedudukan
Pengawas
Pengawas sekolah berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional
dibidang pengawasan akademik dan manajerial pada sejumlah satuan pendidikan
yang ditetapkan.Pengawas sekolah adalah jabatan karier yang hanya dapat
diduduki oleh guru yang bersatus sebagai PNS.
d. Bidang
Kepengawasan
Bidang pengawasan meliputi pengawas taman kanak-kanak atau
setingkatnya, sekolah dasar atau setingkatnya, SMP/MTs dan setingkatnya serta
SMA/MA dansetingkatnya, pengawasan rumpun mata pelajaran/mata pelajaran,
pendidikan luar biasa/pendidikan khusus dan bimbingan konseling.
e. Kewajiban,
Tugas Pokok dan Wewenang Pengawas Sekolah
1) Kewajiban
Pengawas Sekolah
Kewajiban pengawas sekolah dalam menjalankan tugasnya adalah
(a) menyusun
program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, melakukan evaluasi
pelaksanaan program pengawasan dan membimbing sertamelatih profesionalisme
guru,
(b) meningkatkan
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,
(c) menjujung
tinggi peraturan perudang undangan, hukum, nilai agama dan etika,
(d) memelihara
dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
2) Tugas
Pokok Pengawas Sekolah
Tugas pengawas sangatlah banyak. Namun, peneliti hanya membatasi
penelitian ini pada tugas pengawas muda. Permenegpan & RB No 21/2010
tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Merumuskan
tugas-tugas pengawas muda sebagai berikut:
(a) penyusunan
program pengawasan,
(b) pelaksanaan
pembinaan,
(c) pemantauan
pelaksanaan 8 (delapan) SNP,
(d) penilaian,
(e) pembimbingan
dan pelatihan profesional Guru,
(f) evaluasi
hasil pelaksanaan program pengawasan,
(g) pelaksanaan
tugas kepengawasan di daerah khusus.
3) Wewenang
Pengawas Sekolah
Pengawas sekolah berwenang memilih dan menentukan metode kerja,
menilai kinerja guru dan kepala sekolah, menentukan dan mengusulkan program
pembinaan serta melakukan pembinaan.
f. Ruang
Lingkup Kepengawasan
Ruang lingkup pengawasan meliputi pengawasan akademik dan
manajerial. Kepengawasan akademik dan manajerial tersebut tercakup dalam
kegiatan penyusunan program pengawasan, pelaksanaan program pengawasan,
evaluasi hasil pelaksanaan pengawasan, membimbing dan melatih profesionalisme
guru atau kepala sekolah.
4.
EDS
Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah adalah EDS adalah proses
Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah yang bersifat internal yang melibatkan
pemangku kepentingan untuk melihat
kinerja sekolah berdasarkan SPM dan SNP yang hasilnya dipakai sebagai dasar
Penyusunan RKS dan sebagai masukan bagi perencanaan investasi pendidikan
tingkat kab/kota. Proses Evaluasi Diri Sekolah merupakan siklus, yang dimulai
dengan pembentukan Tim Pengembang Sekolah (TPS), pelatihan penggunaan
instrumen, pelaksanaan EDS di sekolah dan penggunaan hasilnya sebagai dasar
penyusunan RPS/RKS dan RAPBS/RKAS. Sekolah melakukan proses EDS setiap tahun
sekali. EDS dilaksanakan oleh Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang terdiri atas:
Kepala Sekolah, wakil unsur guru, wakil Komite Sekolah, wakil orang tua siswa,
dan pengawas. TPS mengumpulkan bukti dan informasi dari berbagai sumber untuk
menilai kinerja sekolah berdasarkan indikator-indikator yang dirumuskan dalam
instrumen (Buku Panduan EDS/M, 2010:9).
Dengan menggunakan Instrumen EDS, sekolah dapat mengukur dampak
kinerjanya terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik. Sekolah juga dapat
memeriksa hasil dan tinda lanjutnya terhadap perbaikan layanan pembelajaran
yang diberikan dalam memenuhi kebutuhan pembelajaran peserta didik. Kegiatan
ini melibatkan semua pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah untuk
memperoleh informasi dan pendapat dari seluruh pemangku kepentingan sekolah.
Khusus untuk pengawas, keterlibatannya dalam TPS
berfungsi sebagai fasilitator atau pembimbing bagi sekolah dalam melakukan
Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah, terutama memastikan bahwa proses EDS yang
dilakukan secara benar dan buktibukti fisik sekolah tersedia. EDS bukanlah
proses yang birokratis atau mekanis, melainkan suatu proses dinamis yang
melibatkan semua pemangku kepentingan dalam sekolah.
EDS perlu dikaitkan dengan proses perencanaan sekolah dan
dipandang sebagai bagian yang penting dalam kinerja siklus pengembangan
sekolah. Sebagai kerangka kerja untuk perubahan dan perbaikan, proses ini
secara mendasar menjawab 3 (tiga) pertanyaan kunci di bawah ini:
a.
Seberapa baikkah kinerja sekolah kita? Hal ini terkait dengan
posisi pencapaian kinerja untuk masing-masing indikator SPM dan SNP.
b.
Bagaimana kita dapat mengetahui kinerja sekolah? Hal ini terkait
dengan bukti apa yang dimiliki sekolah untuk menunjukkan pencapaiannya.
c.
Bagaimana kita dapat meningkatkan kinerja? Dalam hal ini sekolah
melaporkan dan menindaklanjuti apa yang telah ditemukan sesuai pertanyaan di nomor
2 dan nomor 3 sebelumnya.
Sekolah menjawab ketiga masalah ini setiap tahunnya dengan
menggunakan seperangkat indikator kinerja untuk melakukan pengkajian yang
obyektif terhadap kinerja mereka berdasarkan SPM dan SNP yang ditetapkan, dan
mengumpulkan bukti mengenai kinerja peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan.
Informasi tambahan seperti tingkat ketercapaian kinerja sekolah dalam memenuhi
kebutuhan semua peserta didiknya dan kapasitas sekolah untuk perbaikan serta
dukungan yang dibutuhkan juga dimasukkan di sini (Buku Panduan EDS/M, 2010:10).
Data dapat juga dikaitkan dengan kebutuhan lokal dan informasi
khusus terkait dengan kondisi sekolah. Informasi kuantitatif seperti tingkat
penerimaan siswa baru, hasil ujian, tingkat pengulangan dan lain-lain, beserta
informasi kualitatif seperti pendapat dan penilaian profesional dari para pemangku kepentingan di
sekolah dikumpulkan guna mendapatkan gambaran secara menyeluruh. Semua
informasi ini kemudian dipergunakan sebagai dasar untuk mempersiapkan suatu rencana
pengembangan sekolah yang terpadu. Informasi hasil EDS dan Rencana Pengembangan
Sekolah ditindaklanjuti Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sebagai informasi
kinerja sekolah terkait pencapaian SPM dan SNP dan sebagai dasar penyusunan
perencanaan peningkatan mutu pendidikan pada tingkat kabupaten/kota dan
provinsi, bahkan pada tingkat nasional.
Evaluasi Diri Sekolah (EDS) sebenarnya sudah beberapa tahun ini
kita kenal, sejak pelaksanaan program Akreditasi Sekolah. Namun yang kita
diskusikan di artikel ini adalah EDS sebagai instrumen utama dalam implementasi
SPMP. EDS yang bersifat developmental ini secara khusus ditujukan untuk
membantu unit pendidikan dalam memotret dan memetakan kondisi objektif dirinya
secara berkala (tahunan) sebagai dasar penyusunan program peningkatan mutu.
Peta hasil EDS akan dapat memberikan data yang valid tentang tingkat capaian
sekolah/madrasah terhadap Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan atau Standar
Pelayanan Minimal (SPM) dalam pendidikan, yang sudah dituangkan dalam Permendiknas
Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar.
Di beberapa negara maju, misalnya Inggris, EDS, yang disana
disebut dengan SSSE (Supported School
Self-Evaluation), sudah cukup lama dilaksanakan sebagai instrumen utama
untuk dasar penyusunan program peningkatan mutu pendidikan. Pengisian instrumen
ini dilaksanakan secara berkala oleh Kepala Sekolah bersama Komite Sekolah
dengan diverifikasi oleh Pengawas Sekolah yang bertugas membina sekolah
tersebut. SSSE ini benar-benar dapat mendorong peningkatan capaian standar
pendidikan di sekolah tersebut, seperti yang dinyatakan oleh Rudd, P dan
Davies, Deborah (peneliti pada National Association for Educational Research,
Inggris) (2000): ‘School self-evaluation
now sits alongside, and has been embraced by, external inspection as a major
mechanism for monitoring and raising standards of achievement in schools’.
(versi Bahasa Indonesia secara bebas: ‘EDS yang sekarang dilaksanakan dan telah
dikolaborasikan dengan pengawas(an) eksternal telah menjadi mekanisme utama
dalam monitoring dan peningkatan capaian standar pendidikan di sekolah’).
Dalam praktiknya di Indonesia, Evaluasi Diri Sekolah (EDS)
sesungguhnya tidak semata-mata dilaksanakan oleh sekolah bersama Komite
Sekolahnya saja dalam Tim Pengembang Sekolah (TPS), namun juga didukung oleh
kehadiran Pengawas Sekolah yang lebih berfungsi sebagai verifikator dan
validator terhadap hasil penilaian yang dilakukan oleh sekolah bersama
komitenya. Pengawas juga merupakan salah satu anggota TPS. Dengan keikutsertaan
Pengawas Sekolah, diharapkan hasil pengumpulan data EDS dapat benar-benar
secara valid memotret/memetakan kondisi capaian sekolah terhadap SNP atau SPM
seobjektif mungkin, yang kemudian menjadi landasan pengembangan prgram satuan
pendidikan dalam bentuk sebuah dokumen perencanaan di satuan pendidikan yaitu
rencana kerja sekolah (RKS).
Keterlibatan Pengawas tidak dimaksudkan sebagai inspektur yang
hanya mencari kesalahan sekolah saja, namun lebih difungsikan sebagai pembina
yang juga ikut bertanggung jawab untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah tersebut melalui pengisian instrumen EDS. Jadi, sama halnya dengan
implementasi SSSE di Inggris, EDS di Indonesia juga sesungguhnya merupakan
‘supported-EDS’. Dengan pola ‘supported-EDS’, hubungan kerja sama antara
sekolah dengan Pengawas Sekolah menjadi benar-benar bermakna yang semata-mata
ditujukan demi peningkatan mutu pendidikan di sekolah tersebut. Hal ini
dikuatkan oleh pernyataan Rudd, P dan Davies, Deborah (2000), ‘School self-evaluation processes help to
facilitate the development of positive working relationships between LEAs and
their schools’. (catatan: LEA=Local Education Authority, sama dengan dinas
pendidikan tingkat kota/kabupaten di Indonesia, di mana Pengawas Sekolah bekerja).
Kerja sama dan kolaborasi yang kuat antara sekolah, Komite Sekolah, dan
Pengawas Sekolah dalam melaksanakan EDS merupakan fondasi yang kuat bagi
program peningkatan mutu pendidikan di sekolah dalam konteks implementasi
Manajemen Berbasis sekolah (MBS).
5.
In House
Traninng
a. Pengertian IHT
In House
Training (iHT) terdiri dari dua kata in house dan
training, dalam kamus bahasa Inggris in house artinya di dalam rumah
sedangkan training artinya latihan. Adapun istilah training mempunyai
banyak makna. dalam buku “ Human Resource Management” , (Noe,
2008: 267) training secara umum
adalah refers to a planned effort by a company to facilitate employees’
learning of job related competencies. The job competencies include knowledge,
skill or behaviors that are critical for successful job performance”
(pelatihan mengacu pada upaya yang direncanakan o leh perusahan untuk
mengfasilitasi pembelajaran pada karyawan tentang kemampuan kerja terkait,
kemampuan kerja meliputi keterampilan pengetahuan atau perilaku yang penting
untuk kinerja yang sukses)
Dessler (1997: 263) mendefinisikan training
(pelatihan) merupakan proses mengajarkan karyawan baru atau yang sekarang,
tentang keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan
mereka. Sikula mengatakan bahwa “pelatihan merupaka n proses pendidikan jangka
pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, yang mana
tenaga nonmanajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk
tujuan-tujuan tertentu”. As’ad (Sutrisno, 2009: 67) mengemukakan pelatihan
sebagai usaha-usaha yang berencana yang diselenggarakan agar tercapai
penguasaan akan keterampilan, pengetahuan, dan sikap-sikap yang relevan
terhadap pekerjaan.
Sementara training menurut Meldona
(2009: 232) adalah proses sistematis pengubahan tingkah laku para karyawan
dalam suatu arah untuk meningkatkan upaya pencapaian tujuan-tujuan organisasi
(Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai
untuk melaksanakan pekerjaan saat ini, memiliki orientasi saat ini dan membantu
pegawai mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam
melaksanakan pekerjaannya).
Berdasar uraian di atas, maka in House
Training merupakan program pelatihan yang diselenggarakan di tempat
sendiri, sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan guru, dalam menjalankan
pekerjaannya dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada (Sujoko, 2012: 40).
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Danim (2012: 94) bahwa in
House Training merupakan pelatihan yang dilaksanakan secara internal
oleh kelompok kerja guru, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan
sebagai penyelenggaraan pelatihan yang dilakukan berdasar pada pemikiran bahwa
sebagian kemampuan dalam meningkatkan kemampuan dan karier guru tidak harus
dilakukan secara eksternal, namun dapat dilakukan secara internal oleh guru
sebagai trainer yang memiliki kemampuan yang belum dimiliki oleh guru
lain. Sedangkan ketentuan peserta dalam iHT minimal 4 orang dan maksimal 15
orang.
Kesimpulannya, in House Training yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah pelatihan guru yang dilaksanakan
berdasarkan permintaan pihak sekolah, pesertanya berasal dari satu
sekolah, dengan materi pelatihan yang disesuaikan oleh pihak sekolah khususnya
dalam penggunaan alat peraga, dan lain sebagainya dan dilaksanakan di sekolah
tempat guru tersebut bekerja.
b. Tujuan In Hause Training
Tujuan
pelatihan secara bervariasi dijelaskan oleh Dale S. Beach (1975) dan Flippo,
menurut Beach tujuan pelatihan adalah “ The objective of training is
to achieve a change the behavior of those trained” (tujuan pelatihan
adalah untuk memperoleh perubahan dalam tingkah laku mereka yang dilatih).
Sedangkan menurut Edwin B Flippo (1976), tujuan pelatihan secara umum adalah
“untuk mengembangkan keahlian, pengetahuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
seseorang”. Dari kedua tujuan pelatihan yang telah dikemukakan tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa tujuan pelatihan adalah untuk memperoleh perubahan
tingkah laku sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan keahlian,
pengetahuan dan sikap.
Bertolak dari simpulan diatas, jika dilihat
dari segi peningkatan dan pengembangan keahlian maka tujuan pelatihan menurut
Meldona (2009: 234-236) dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Memutahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi.
Melalui pelatihan, pelatih (trainer) memastikan bahwa karyawan dapat
secara efektif menggunakan teknologi-teknologi baru. Perubahan teknologi, pada
gilirannya, berarti bahwa pekerjaan menjadi sering berubah dan keahlian serta
kemampuan karyawan haruslah dimutahirkan melalui pelatihan.
2) Mempersiapkan karyawan untuk promosi. Pelatihan memungkinkan karyawan
menguasai keahlian yang dibutuhkan untuk pekerjaan berikutnya dijenjang
organisasi yang lebih tinggi.
Dilihat
dari segi peningkatan dan pengembangan pengetahuan maka tujuan pelatihan
seperti yang disampaikan oleh Kamaludin (2011) dan Meldona (2009: 234) yaitu:
1)
Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) yang bekerja atau didayagunakan oleh instansi terkait. Hal ini diharapkan
dapat mendukung target organisasi dalam upaya mencapai sasaran yang telah
ditetapkan. Bekerja sesuai Misi dan Visi organisasi.
2)
Memperbaiki kinerja, bagi karyawan yang
bekerja secara tidak memuaskan karena kurang keterampilan maka diikutkan
pelatihan yang dapat memungkinkan perbaikan kinerjanya. Kendati pelatihan tidak
dapat memecahkan semua permasalahan kinerja, tetapi program yang baik
seringkali dapat meminimalkan permasalahan tersebut.
Sedangkan jika dilihat dari segi peningkatan
sikap maka tujuan pelatihan menurut Kamaludin (2011) diantaranya adalah:
1) Menciptakan interaksi antara peserta. Jika organsisasi, instansi atau
perusahaan yang memiliki banyak cabang di berbagai daerah yang tersebar di
Indonesia maka besar kemungkinan mereka memiliki cara kerja yang berbeda,
pengalaman yang berbeda, dan kualitas yang berbeda. Dengan pelatihan peserta
dapat bertukar informasi sehingga bukan tidak mungkin ini cara yang paling
efektif untuk menciptakan standarisasi kinerja yang paling efektif.
2) Mempererat rasa kekeluargaan dan kebersamaan antara karyawan. Karena
mereka bekerja untuk satu naungan yang sama, bukan tidak mungkin
mereka tidak lagi kaku untuk sharing,
bersahabat dan lebih kompak.
3) Meningkatkan motivasi dan budaya belajar yang berkesinambungan. Hal
ini bisa mengeksplorasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi di lapangan yang berkaitan dengan peningkatan
efektifitas kerja, sehingga dapat mencari solusi secara bersama-sama dengan
kemungkinan solusi terbaik
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, maka
pada hakikatnya tujuan pelatihan menurut Moekijat dalam Kamil (2010: 11) dapat
disederhanakan menjadi tiga yaitu: meningkatkan dan mengembangkan keahlian,
sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif;
meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan secara rasional; meningkatkan dan mengembangkan sikap, sehingga
menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan pimpinan. Berdasar
tujuan tersebut maka menurut peneliti kegiatan in House Training dapat
meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan kualitas sumber
daya manusia dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi di
tempat guru tersebut bekerja, khususnya peningkatan kemampuan guru dalam
penggunaan alat peraga/media pembelajaran.
Kegiatan iHT dalam penelitian ini bertujuan
untuk membantu meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan alat peraga
pebelajaran meliputi peningkatan pengetahuan berbagai jenis alat peraga dan
cara penggunaannya; peningkatan keterampilan dalam menggunakannya dan keterampilan membuat alat peraga yang dibutuhkan sebagai
alternatif alat peraga yang belum tersedia.
Lebih lanjut untuk memenuhi tujuan tersebut,
maka terlebih dahulu sebelum melakukan pelatihan menganalisa kebutuhan dalam
pelatihan, dengan mengidentifikasi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan
untuk memperbaiki atau meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan alat
peraga, kemudian menganalisa peserta pelatihan untuk memastikan program
pelatihan sesuai dengan tingkat pendidikan (Dessler, 1997: 266), menganalisa
biaya yang akan dibutuhkan pada pelaksanaan pelatihan, dan menganalisa
penggunaan metode pengumpulan data untuk dapat mengukur keberhasilan
pelaksanaan pelatihan, sehingga dapat didesain pelatihan yang akan dilakukan.
Setelah tahap analisa dilakukan, tahap berikutnya menentukan atau memutuskan
kebutuhan pelaksanaan pelatihan (Marwansyah, 2012: 170).
Pelaksanaan pelatihan itu sendiri dilakukan
melalui beberapa fase diantaranya:
1)
Fase Perencanaan
Perencanaan mempunyai fungsi untuk menentukan
tujuan atau kerangka tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu
(Syukur, 2011: 9). Untuk itu, perencanaan akan sangat membantu keberhasilan
dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, jika dilakukan dengan baik dan
cermat. Hal-hal yang perlu dilakukan pada fase ini adalah: menentukan sasaran
pelatihan; menentukan tujuan pelatihan; menentukan pokok bahasan/materi
pelatihan; menentukan pendekatan dan metodologi pelatihan; menentukan peserta
pelatihan dan fasilitator (trainer); menentukan waktu
dan tempat pelatihan; menentukan semua bahan yang diperlukan dalam pelatihan;
menentukan model evaluasi pelatihan; menentukan sumber dana dan pembiayaan yang
dibutuhkan.
2)
Fase Proses Penyelenggaraan
Proses penyelenggaraan pelatihan pada dasarnya
merupakan implementasi dari perencanaan. Fase ini dibagi menjadi dua tahapan
yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan pelatihan. Pada tahap persiapan
proses pelatihan diantaranya meliputi: mempersiapkan kelengkapan bahan
pelatihan (undangan pemberitahuan, materi, jadwal, media, daftar hadir,
instrument evaluasi) dan kesiapan sarana prasarana (tempat, fasilitas, konsumsi,
peserta maupun trainer) (Nawawi, 2008: 228). Sedangkan tahap pelaksanaan
pelatihan, melalui alur sebagai berikut:
a)
Mencairkan suasana agar peserta pelatihan
merasa santai;
b)
Menjelaskan tujuan pelatihan;
c)
Memotivasi peserta untuk bertanya;
d)
Mengakrabkan guru dengan alat peraga/media
yang digunakan dalam pelatihan;
e)
Menjelaskan pembelajaran yang berkualitas;
f)
Trainer menyampaikan materi dan memperagakan secara sistematis tentang
penggunaan alat peraga/media yang digunakan dalam pelatihan secara perlahan;
g)
Trainer mengulang peragaan dan menjelaskan titik kunci;
h)
Trainer meminta peserta
pelatihan untuk menjelaskan
penggunaan alat peraga/media pembelajaran secara sistematis;
i)
Trainer membimbing peserta dalam uji coba peragaan penggunaan alat
peraga pembelajaran secara bertahap untuk membangun keterampilan;
j)
Perserta mendemonstrasikan kemampuan dalam
penggunaan alat peraga secara mandiri;
k)
Memberikan pujian untuk peserta yang dapat
mendemonstrasikan dengan baik (Dessler, 1997: 272).
3)
Fase Evaluasi Pelatihan
Fase evaluasi adalah fase penilaian terhadap
kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan. Fase ini bukan untuk menilai
prestasi hasil belajar peserta pelatihan melainkan penilaian yang dilakukan
selama pelaksanaan kegiatan dan sesudah kegiatan pelatihan (Nawawi, 2008:
228). Fase ini dilakukan dengan tujuan:
a)
Menemukan indikator-indikator mana saja dari
suatu pelatihan yang berhasil mencapai tujuan yang sudah direncanakan, serta
bagian-bagian yang tidak mencapai tujuan atau kurang dari pelatihan sehingga
dapat dibuat langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
b)
Memberi kesempatan kepada peserta untuk
menyumbangkan pemikiran dan saran-saran serta penilaian terhadap efektifitas
program pelatihan yang dilaksanakan.
c)
Mengetahui sejauh mana dampak kegiatan
pelatihan terutama yang berkaitan dengan terjadinya perilaku di kemudian hari.
d)
Identifikasi kebutuhan pelatihan untuk
merancang dan merencanakan kegiatan pelatihan selanjutnya.
Fase
penilaian di atas
merupakan fase terakhir
dari seluruh pelaksanaan pelatihan, pada fase ini
dimaksudkan untuk menilai kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan dan
dilakukan selama dan sesudah pelatihan. Diantaranya kemampuan peserta mentranfer
materi pelatihan, metode yang digunakan, kemampuan trainer dalam
menggunakan metode, dan juga sarana pelatihan. Hasil dari evalusi tersebut
kemudian akan menjadi umpan balik, untuk melakukan prediksi atau perkiraan
kebutuhan pelatihan selanjutnya. Melalui beberapa tahapan diatas, maka
diharapkan pelaksanaan IHT dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
B. Kerangka Berpikir
Dalam kaitannya dengan pembinaan kemampuan kepala sekolah
binaan dalam penyusunan EDS melalui pola pembinaan In House Training, dapat disimpulkan bahwa tujuan In House Training adalah
untuk memperoleh tingkat kemampuan yang diperlukan dalam pekerjaan mereka
dengan cepat dan ekonomis dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang ada
sehingga prestasi mereka pada tugas yang sekarang ditingkatkan dan mereka
dipersiapkan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar di masa yang
akan datang. In House Training bertujuan untuk memperoleh nilai tambah
seseorang yang bersangkutan, terutama yang berhubungan dengan
meningkatnya dan berkembangnya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
bersangkutan. In House Training dimaksud untuk mempertinggi kemampuan
dengan mengembangkan cara-cara berpikir dan bertindak yang tepat serta
pengetahuan tentang tugas pekerjaan termasuk tugas dalam melaksanakan
evaluasi diri.
Hasil EDS digunakan oleh pihak sekolah untuk membuat
rencana kegiatan sekolah dalam upaya pengembangan sekolah ke arah yang lebih
baik. Seluruh sekolah di wilayah binaan .......................... sampai saat
ini terus melakukan upaya peningkatan mutu sekolah dan secara berkesinambungan
menata serta berupaya mengembangkan berbagai sektor unggul untuk menjadi
andalan sekolah. Dengan EDS, sekolah diharapkan dapat mengetahui bidang apa
yang menjadi prioritas untuk diperbaiki dan dikembangkan.
Upaya peningkatan kemampuan kepala sekolah binaan pada
hakikatnya dapat dilakukan oleh instansi terkait dengan berbagai jenis kegiatan
ataupun dengan berbagai metode dan strategi. Diantara upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah binaan adalah kegiatan
supervisi akademik, kegiatan KKKS yang berupa case study, lesson study dan
penelitian karya ilmiah, serta dapat berupa pendidikan dan pelatihan seperti:
program magang, belajar jarak jauh, pelatihan berjenjang, kursus singkat dan in House Training (iHT). Berdasarkan hal
itu, maka salah satu upaya yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan
kemampuan kepala sekolah binaan dalam menyusun program Evaluasi Diri Sekolah
(EDS) yaitu melalui kegiatan pelatihan, dalam penelitian ini akan dicobakan
kegiatan in House Training (iHT)
sebagai pemecahan masalah, diharapkan dengan kegiatan pelatihan tersebut
permasalahan yang muncul dapat teratasi.
Dari paparan di atas, menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan
kepala sekolah binaan dalam penyusunan EDS melalui pola pembinaan In House Training yang
lebih menekankan pada metode kolaboratif konsultatif akan memberikan kesempatan
sharing antara satu kepala sekolah dengan kepala sekolah lain.
Dengan demikian kemampuan masing-masing kepala sekolah dalam penyusunan EDS dapat
ditingkatkan baik dalam teoritisnya maupun implementasinya. Dengan demikian
dapat diduga bahwa melalui pola
pembinaan In House Training dapat
meningkatkan kemampuan kepala sekolah di wilayah binaan ..........................
dalam penyusunan EDS.
Akar
masalah
|
Penyebab
|
Pemecahan Masalah
|
||
Sebagian besar
kepala sekolah belum mampu menyusun EDS dengan baik
|
Kurangnya kemampuan
kepala sekolah dalam menyusun EDS
|
Akan dilakukan tindakan pembinaan
dengan pola in House Training oleh
Pengawas Sekolah
|
Hasil
|
||
Meningkatkanya
kemampuan kepala sekolah dalam menyusun EDS
|
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan identifikasi masalah, batasan masalah, dan fokus
penelitian yang dikemukakan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut : “Peningkatan
kemampuan kepala sekolah di SMA wilayah binaan .......................... dalam
menyusun program Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dapat dicapai melalui pola pembinaan In House Training?
Untuk mendapatkan file secara lengkap, terdiri dari Bagian Depan, Bab I, II, III, IV, V, Daftar Pustaka dan Lampiran2, silakan klik disini.
Terima kasih.
Terima kasih.