– Ubah nama-blogmu.blogspot.com dengan alamat blog anda Penelitian Tindakan Kelas/Sekolah (PTK/PTS): LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KEPENGAWASAN (PTKp)

Tuesday 22 December 2015

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KEPENGAWASAN (PTKp)



LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KEPENGAWASAN
(PTKp)


UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYUSUN EDS (EVALUASI DIRI SEKOLAH)
MELALUI PELAKSANAAN IN HOUSE TRAINING)  
WILAYAH BINAAN .........................................
TAHUN PELAJARAN 2014/2015



Diajukan untuk Memenuhi Syarat Kenaikan Pangkat IV/ b
Bidang Pengembangan Profesi Pengawas Sekolah







Disusun Oleh :

………………………………….
NIP. ……………………..







DINAS …………………………………………………….
KABUPATEN ………………………….
2015

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
LAPORAN HASIL PENELITIAN TINDAKAN KEPENGAWASAN

JUDUL

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYUSUN EDS (EVALUASI DIRI SEKOLAH)
MELALUI PELAKSANAAN IN HOUSE TRAINING)  
WILAYAH BINAAN .........................................
TAHUN PELAJARAN 2014/2015



IDENTITAS PENELITI

a.    Nama Lengkap           :    ………………………………………..
b.    NIP                             :    ………………………………………
c.    Jenis Kelamin             :    ………………………………………
d.   Pangkat/Golongan      :    ………………………………………
e.    Unit Kerja                   :    ………………………………………
                                 ………………………………………
f.     Waktu Penelitian        :    05 Januari 2015 s.d 15 Maret 2015


                     Mengetahui                                             ……………………….
             Koordinator Pengawas                                                Peneliti,
         ……………………………


          ………………………….                                ………………………….
             NIP. …………………                                 NIP. ………………………

Mengetahui / Mengesahkan
Kepala Dinas Pendidikan
…………………………………..




………………………………….
NIP. …………………….
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYUSUN EDS (EVALUASI DIRI SEKOLAH)
MELALUI PELAKSANAAN IN HOUSE TRAINING)  
WILAYAH BINAAN .........................................
TAHUN PELAJARAN 2014/2015



ABSTRAK


Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah di SMA wilayah binaan ……………… dalam menyusun program Evaluasi Diri Sekolah (EDS) melalui pola pembinaan In House Training. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan dengan subjek penelitian seluruh kepala sekolah SMA wilayah binaan …………… sebanyak 3 orang. Untuk teknik pengumpulan data yang digunakan berupa observasi, dan dokumentasi. Adapun dalam analisis data, penelitian ini melalui tiga tahapan analisis yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data menggunakan uji kredibilitas triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam menyusun EDS di di wilayah binaan ………….. melalui pola pembinaan in House Training, hal ini dibuktikan dengan peningkatan kemampuan kepala sekolah cara menyusun EDS sebelum dilakukan tindakan sebesar 0%, pada siklus I meningkat menjadi 66,67% dan pada siklus II sebesar 100%, melampaui indikator yang ditetapkan sebesar 85%. Peningkatan kemampuan  kepala sekolah dalam menyusun EDS berdasarkan rata-rata penilaian secara klasikal sebelum dilakukan tindakan sebesar 51,00, pada siklus I meningkat menjadi 69,67 dan pada siklus II menjadi 92,33. Hal ini menunjukkan bahwa pada siklus terakhir semua kepala sekolah dinyatakan meningkat kemampuannya dalam menyusun EDS karena telah memenuhi indikator keberhasilan yaitu minimal masuk dalam rentang 70-89 atau mendapat kriteria nilai minimal BAIK.

Kata Kunci: Kemampuan, EDS, in house training













KATA PENGANTAR


Puji syukur dengan ucapan Alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas segala rahmatNya yang telah menjadikan laporan Penelitian Tindakan Kepengawasan (PTKp) dengan judul ” Upaya Meningkatkan Kemampuan Kepala Sekolah Dalam Menyusun EDS (Evaluasi Diri Sekolah)  Melalui Pelaksanaan In House Training)   Wilayah Binaan .........................................  Tahun Pelajaran 2014/2015”  ini dapat peneliti selesaikan. Penelitian ini diajukan untuk melengkapi syarat-syarat Kenaikan pangkat dari golongan IV/a Ke golongan IV/b.
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini khususnya kepada:
1.    Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten ………………
2.    ....................., selaku Koordinator Pengawas Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten ……………….
3.    Rekan-rekan Pengawas Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten ……………..
4.    Kepala Sekolah dan Dewan Guru serta Karyawan di Sekolah Binaan ……………...
5.    Semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa dalam pembuatan laporan PTKp ini tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan dari berbagai segi, mungkin sistematikanya, mungkin isinya, maupun segi kebahasaannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca umumnya sangat peneliti harapkan. Betapapun begitu, peneliti tetap berharap laporan PTKp ini bisa memberikan kontribusi kepada dunia pendidikan umumnya dan kepada pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas kepengawasannya khususnya.

                                                                             ………………………………..

                                                                                                Peneliti

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................      i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................     ii
ASBTRAK..........................................................................................................    iii
KATA PENGANTAR........................................................................................    iv
DAFTAR ISI.......................................................................................................    vi
DAFTAR TABEL...............................................................................................   vii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................    ix

BAB    I     PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah..............................................................      
B.     Identifikasi Masalah....................................................................      
C.     Perumusan Masalah.....................................................................      
D.    Tujuan Penelitian.........................................................................      
E.     Manfaat Penelitian.......................................................................      
BAB    II   KAJIAN PUSTAKA
A.  Kajian Teori  ...............................................................................      
B.  Kerangka Pikir.............................................................................      
C.  Hipotesis Tindakan......................................................................      
BAB    III METODE PENELITIAN
A.    Setting Penelitian ........................................................................      
B.     Metode dan Rancangan Penelitian..............................................      
C.     Subjek dan Objek Penelitian........................................................      
D.    Teknik Pengumpulan Data...........................................................      
E.     Validasi Data...............................................................................      
F.      Analisis Data................................................................................      
G.    Prosedur Penelitian......................................................................      
H.    Indikator dan Kriteria Keberhasilan............................................      
BAB    IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.    Deskripsi Data.............................................................................      
B.     Hasil Penelitian ...........................................................................      
C.     Pembahasan.................................................................................      
BAB    V   SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .....................................................................................      
B.  Saran............................................................................................      

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
                                                                                         





DAFTAR TABEL

Tabel                                                                                                                                      Halaman
Tabel   4.1    Data Kemampuan Kepala Sekolah dalam Penyusunan EDS pada Kondisi Awal                   
Tabel   4.2    Rekapitulasi Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun EDS pada Siklus Pertama         ..................................................................................................
Tabel   4.3    Rekapitulasi Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun EDS pada Siklus Kedua            ..................................................................................................
Tabel   4.4    Rekapitulasi Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun EDS pada Kondisi Awal dan Siklus Pertama..........................................................................            
Tabel   4.5    Rekapitulasi Peningkatan Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun EDS pada Pertama dan Siklus Kedua......................................................................            
Tabel   4.6    Rekapitulasi Peningkatan Hasil Penilaian Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun EDS pada Kondisi Awal, Siklus Pertama dan Siklus Kedua............            



























DAFTAR GAMBAR

Gambar                                                                                                      Halaman

Gambar     2.1    Bagan Kerangka Pikir.........................................................            
Gambar     3.1    Langkah-langkah PTKP (Arikunto, 2010:16).....................            
Gambar     4.1    Grafik Peningkatan Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun EDS Berdasarkan Perolehan Nilai pada Kondisi Awal ke Siklus I.................            
Gambar     4.2    Grafik Peningkatan Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun EDS Berdasarkan Perolehan Nilai pada Siklus I ke Siklus II..........................            
Gambar     4.3    Grafik Peningkatan Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun EDS Berdasarkan Perolehan Nilai Rata-Rata pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus Kedua                      

























DAFTAR LAMPIRAN

                 

Lampiran    1       Surat Ijin Penelitian
Lampiran    2       Jadwal Kegiatan Penelitian
Lampiran    3       Instrumen Pengumpulan Data
Lampiran    4       Analisis Data Hasil Penelitian
Lampiran    5       Daftar Hadir
Lampiran    6       Foto Dokumentasi Kegiatan 





BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Pengawas sekolah menurut Syaiful (2010:138) adalah jabatan resmi bidang pendidikan yang ada di Indonesia untuk melakukan pemantauan atas pelaksanaan manajemen sekolah dan pelaksanaan belajar mengajar di kelas. Dengan kata lain, pengawas adalah menjaga agar kegiatan pendidikan, kegiatan belajar mengajar di sekolah tetap  berjalan sesuai tujuan yang telah digariskan.  Pengawas sekolah berfungsi sebagai supervisor baik supervisor akademik maupun supervisor manajerial. Sebagai supervisor akademik, pengawas sekolah berkewajiban untuk membantu kemampuan profesional guru agar guru dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran. Sedangkan sebagai supervisor manajerial, pengawas berke­wajiban membantu kepala sekolah agar mencapai sekolah yang efektif. Pengawas merupakan orang pertama dari luar sekolah  yang secara tugasnya membimbing seluruh komponen sekolah langsung dalam pengembangan mutu sekolah.
Usaha perbaikan dan pengembangan mutu sekolah harus terus dilakukan. Sekolah perlu mencari inovasi baru dalam melaksanakan berbagai program yang telah disusun sesuai dengan tuntutan masyarakat dan lingkungan sosial yang kian mengalami perubahan. Program merupakan bagian dari kegiatan sekolah yang disusun dan direncanakan untuk mengembangkan kualitas pembelajaran yang sudah ada. Perencanaan program sekolah tentu tidak lepas dari visi dan misi dari sekolah itu sendiri. Menurut Sudarwan Danim (2008: 73), visi sekolah pada intinya adalah statemen paling fundamental mengenai nilai, aspirasi, dan tujuan institusi persekolahan yang menentukan keberhasilan pengelolaan yang profesional.
Keberhasilan pengelolaan sekolah sangat ditentukan dari kesatuan peran komponen pendukungnya seperti kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, dan orang tua. Berkembangnya iklim akademik dan kekompakan dalam kerja dapat mengembangkan sebuah manajemen berbasis sekolah yang berlandaskan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Meskipun terkadang komponen sekolah masih belum mampu menjalankan fungsi dan perannya dengan baik yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan sehingga secara otomatis program sekolah yang telah direncanakan tidak dapat berjalan dengan baik. Salah satu tahapan sebagai strategi dalam upaya peningkatan mutu yang berbasis sekolah dapat dicapai melalui evaluasi diri (self assessment). Evaluasi diri berfungsi untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek aspek intelektual, keterampilan maupun aspek lainnya. Evaluasi Diri Sekolah (EDS) kemudian menjadi salah satu instrumen dalam pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP). EDS merupakan suatu proses evaluasi diri sekolah/madrasah yang bersifat internal yang melibatkan pemangku kepentingan untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang hasilnya dipakai sebagai dasar penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) dan sebagai masukan bagi perencana investasi pendidikan tingkat kabupaten/kota (Panduan Teknis EDS/M 2010).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Pasal 91 Ayat 1 disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Nomor 63 tahun 2009 menyebutkan penjaminan mutu oleh satuan pendidikan dilaksanakan sesuai prinsip otonomi satuan pendidikan untuk mendorong tumbuhnya budaya kreativitas, inovasi, kemandirian, kewirausahaan, dan akuntabilitas. EDS cukup penting dilakukan karena sampai sekarang belum ada alat yang dapat digunakan untuk memberikan gambaran kinerja sekolah diukur dari aspek SPM dan 8 SNP secara akurat. Pelaksanaan evaluasi di sekolah sebenarnya sudah sering dilakukan namun sifatnya masih eksternal karena dilakukan oleh pihak luar sehingga EDS dapat menjadi cermin sekolah guna memperbaiki kinerja sekolah. EDS juga bisa menjadi bagian dalam upaya pengembangan karakter khususnya nilai kejujuran dan kedisiplinan karena dalam pelaksanaan EDS perlu perhatian dan kejujuran dari komponen sekolah untuk mengisi instrumen EDS walaupun instrumen EDS berasal dari pemerintah pusat. Selain itu, EDS merupakan bagian dari proses pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan. Hal ini terlihat dari adanya keterlibatan orang tua dan komite sekolah dalam pelaksanaan program EDS. EDS dilakukan sekolah setiap setahun sekali setelah akhir tahun pelajaran dengan melibatkan seluruh komponen sekolah dan dimonitoring oleh pengawas.
Sekolah-sekolah di wilayah binaan peneliti yang terdiri dari 3 sekolah, dengan penjelasan 2 sekolah negeri, 1 sekolah swasta telah melaksanakan program Evaluasi Diri Sekolah (EDS) pada setiap tahunnya. Hasil EDS digunakan oleh pihak sekolah untuk membuat rencana kegiatan sekolah dalam upaya pengembangan sekolah ke arah yang lebih baik. Seluruh sekolah di wilayah binaan sampai saat ini terus melakukan upaya peningkatan mutu sekolah dan secara berkesinambungan menata serta berupaya mengembangkan berbagai sektor unggul untuk menjadi andalan sekolah. Dengan EDS, sekolah diharapkan dapat mengetahui bidang apa yang menjadi prioritas untuk diperbaiki dan dikembangkan.
Dari ke 3 sekolah binaan di atas, berdasarkan hasil observasi pada kondisi awal belum ada satu sekolahpun yang dinyatakan mampu menyusun EDS  dengan benar sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang ada, di mana hanya ada 2 kepala sekolah atau 66,67% yang mendapat nilai dalam kriteria cukup, dan 1 kepala sekolah lainnya atau 33,33% mendapatkan nilai pada kriteria kurang.
Mengatasi masalah tersebut, upaya peningkatan kemampuan kepala sekolah binaan pada hakikatnya dapat dilakukan oleh instansi terkait dengan berbagai jenis kegiatan ataupun dengan berbagai metode dan strategi. Diantara upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah binaan adalah kegiatan supervisi akademik, kegiatan KKKS yang berupa case study, lesson study dan penelitian karya ilmiah, serta dapat berupa pendidikan dan pelatihan seperti: program magang, belajar jarak jauh, pelatihan berjenjang, kursus singkat dan in House Training (iHT). Berdasarkan hal itu, maka salah satu upaya yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah binaan dalam menyusun program Evaluasi Diri Sekolah (EDS) yaitu melalui kegiatan pelatihan, dalam penelitian ini akan dicobakan kegiatan in House Training (iHT) sebagai pemecahan masalah, diharapkan dengan kegiatan pelatihan tersebut permasalahan yang muncul dapat teratasi.
B.  Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti lakukan, ditemukan beberapa permasalahan terkait dengan pelaksanaan program EDS sekolah di wilayah binaan peneliti antara lain:
1.    Pemahaman kepala sekolah, guru, komite sekolah dan orang tua siswa akan pentingnya program EDS masih rendah;
2.    Kurang adanya koodinasi antara kepala sekolah dengan Tim Pengembang Sekolah dalam penyusunan EDS
3.    Komponen sekolah tidak memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan EDS sehingga EDS dianggap beban tambahan sekolah;
C.  Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, batasan masalah, dan fokus penelitian yang dikemukakan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1.    Bagaimana proses pelaksanaan In House Training sebagai upaya peningkatan kemampuan kepala sekolah di SMA wilayah binaan ……………… dalam menyusun program Evaluasi Diri Sekolah (EDS)?
2.    Bagaimana upaya meningkatkan kemampuan kepala sekolah di SMA wilayah binaan ……………… dalam menyusun program Evaluasi Diri Sekolah (EDS) melalui pola pembinaan In House Training?
D.  Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan kegiatan penelitian tindakan sekolah ini adalah untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah di SMP wilayah binaan  dalam penyusunan program Evaluasi Diri Sekolah (EDS).
E.  Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak yakni antara lain :
1.    Secara Teoritis
 Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan wawasan dalam penyusunan program-program sekolah melalui EDS.
2.    Secara Praktis
a.    Bagi Kepala Sekolah
Hasilnya dapat dipakai sebagai umpan balik dan bahan evaluasi dalam pelaksanaan program EDS selanjutnya serta sebagai informasi untuk proses pembuatan rencana pengembangan sekolah dalam upaya peningkatan pelayanan pendidikan.

b.    Bagi Komite Sekolah
Memberikan pengetahuan dan gambaran akan kinerja sekolah dan prestasi yang telah dicapai sekolah dalam kurun waktu satu tahun.
c.    Bagi Peneliti
Memberikan pengetahuan akan pelaksanaan program EDS di sekolah yang merupakan interpretasi dari sebuah kebijakan pemerintah.

 
BAB II
LANDASAN TEORI
A.  Kajian Teori
1.    Kemampuan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998: 552-553). Kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. (Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge, 2009: 57).
Lebih lanjut, Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge (2009: 57-61) menyatakan bahwa kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor, yaitu :
a.    Kemampuan Intelektual (Intelectual Ability), merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental (berfikir, menalar dan memecahkan masalah).
b.    Kemampuan Fisik (Physical Ability), merupakan kemampuan melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, ketrampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.
2.    Kepala Sekolah
a.    Pengertian Kepala Sekolah
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan lembaga pendidikan. Kepala sekolah berasal dari dua kata “kepala dan sekolah”. Kata kepala diartikan sebagai ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau lembaga. Sedangkan sekolah adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran (KKBI, 1998:420). Dengan demikian dapat diartikan secara sederhana kepala sekolah merupakan tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan peserta didik yang menerima pelajaran (Wahjosumidjo, 2007:81). 
Pengertian kepala sekolah menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1)   M. Daryanto (2005:80) menjelaskan bahwa kepala sekolah merupakan personel sekolah yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan-kegiatan sekolah, mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan seluruh kegiatan pendidikan dalam lingkungan sekolah yang dipimpinnya dengan dasar pancasila yang bertujuan untuk :
a)    Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b)   Meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan.
c)    Mempertinggi budi pekerti.
d)   Memperkuat kepribadian.
e)    Mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
2)   Mulyasa: 2004:126) menjelaskan bahwa kepala sekolah adalah motor penggerak dan penentu kebijakan madrasah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan dalam pendidikan pada umumnya dapat direalisasikan.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah merupakan pimpinan tertinggi dalam lembaga pendidikan yang bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan kelancaran jalannya sekolah demi terwujudnya tujuan sekolah tersebut. Seorang kepala sekolah hendaknya dapat meyakinkan kepada masyarakat bahwa segala sesuatunya telah berjalan dengan baik, termasuk perencanaan dan implementasi kurikulum, penyediaan dan pemanfaatan sumber daya guru, rekruitmen sumber daya peserta didik, kerjasama sekolah dengan orang tua, serta lulusan yang berkualitas. Kepala sekolah sebagai unsur vital bagi efektivitas dalam lembaga pendidikan menentukan tinggi rendahnya kwalitas lembaga tersebut, kepala sekolah diibaratkan sebagai panglima pendidikan yang melaksanakan fungsi kontrol berbagai pola kegiatan pengajaran dan pendidikan didalamnya, oleh kerana itu suksesnya sebuah madrasah tergantung pada sejauh mana pelaksanaan misi yang dibebankan diatas pundaknya, kepribadian, dan kemampuannya dalam bergaul dengan unsur-unsur yang  ada didalamnya.
b.    Peran, Fungsi dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah
Kepala sekolah yang berhasil adalah mereka yang memahami keberadaan madrasah sebagai organisasi yang komplek dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seorang pemimpin yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah. Berbicara tentang Peran kepala sekolah terkait peningkatan kinerja, maka peran kepala sekolah pada masing-masing lembaga pendidikan berbeda. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dan keberlangsungan organisasi adalah kuat tidaknya kepamimpinan, kegagalan dan keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh pemimpin karena pemimpin merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh menuju tujuan yang akan dicapai.
Adapun peran kepala sekolah dapat diuraikan berikut ini:
a)    Kepala sekolah sebagai Educator (Pendidik), dalam hal ini kepala madrasah harus berusaha menanamkan, memajukan, dan meningkatkan sedikitnya empat nilai kepada para tenaga kependidikan yaitu: pembinaan mental tentang hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin dan watak, pembinaan moral yang berkaitan dengan ajaran baik buruk suatu pebuatan, sikap, kewajiban sesuai tugas masing-masing, pembinaan fisik terkait kondisi jasmani atau badan dan penampilan secara lahiriyah serta pembinaan artistik terkait kepekaan menusia terhadap seni dan keindahan.
b)   Kepala sekolah sebagai Manager (pengelola) hendaknya mampu merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan agar lembaga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
c)    Kepala sekolah sebagai Administrator merupakan penanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran.
d)   Kepala sekolah sebagai Supervisor dituntut untuk mampu meneliti, mencari, dan menentukan syarat-syarat mana saja yang diperlukan untuk kemajuan lembaga.
e)    Kepala sekolah sebagai Leader (pemimpin) berupaya memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka dan berkomunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas.
f)    Kepala sekolah sebagai inovator harus mampu mencari dan menentukan serta melaksanakan berbagai pembaharuan di madrasah.
g)   Kepala sekolah sebagai Motivator. Dalam hal ini harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada tenaga kependidikan dalam melakukan tugas dan fungsinya (Agus Maimun, dkk, 2010:180)
Fungsi dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan akan menjadi efektif apabila mampu menjalankan proses kepemimpinannya yang mendorong, mempengaruhi dan menggerakkan kegiatan dan tingkah laku kelompoknya. Inisiatif dan kreativitas kepala sekolah yang mengarahkan kepada kemajuan mendasar merupakan bagian integratif dari tugas dan tanggung jawab. Fungsi utamanya adalah menciptakan kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien.
Suetopo dan Suemanto (1984:195) menjelaskan kepala sekolah memiliki dua tanggung jawab ganda yaitu: (1) melaksanakan administrasi sekolah sehingga dapat tercipta situasi belajar yang baik. (2) melaksanakan supervisi pendidikan agar memperoleh peningkatan kegiatan mengajar guru dalam membimbing pertumbuhan peserta didik.
Agus Maimun, dkk. ( 2010:180) menjelaskan bahwa seorang kepala sekolah tidak hanya bertanggung jawab atas kelancaran sekolah secara teknis akademis saja, melainkan juga bertanggung jawab dengan kondisi dan situasinya serta hubungannya dengan masyarakat sekitarnya. Kegiatan yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah antara lain sebagai berikut:
a)    Kegiatan mengatur proses belajar mengajar.
b)   Kegiatan mengatur kesiswaan.
c)    Kegiatan mengatur personalia.
d)   Kegiatan mengatur peralatan pembelajaran.
e)    Kegiatan mengatur dan memelihara gedung dan perlengkapan. sekolah.
f)    Kegiatan mengatur keuangan.
g)   Kegiatan mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat.

3.    Pengawas Sekolah
a.    Pengertian Pengawas
Pengawas sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Sujana (2011:7) Pengawas adalah pegawai negeri sipil yang diangkat dalam jabatan pengwas sekolah, Sedangkan kepengawasan adalah kegiatan pengawas sekolah dalam menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru.
Menurut Sagala (2011:200) pengawas sekolah di kabupaten dan kota adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang oleh Bupati atau Walikota untuk melakukan pengawas sekolah, mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada, pengawas satuan pendidikan adalah sebagai pejabat fungsional. Dalam Permendiknas Nomor 13 tahun 2007 dijelaskan bahwa seorang kepala sekolah atau pengawas harus mempunyai lima kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi akademik dan sosial. Dengan kelima kompetensi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja kepala sekolah atau pengawas dalam mengelola sekolahnya sehingga visi, misi dan tujuan sekolah tersebut dapat tercapai secara optimal.
Pengawas sekolah berdasarkan keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 118/1996 adalah pegawai negeri yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuholeh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan sekolah dasar dan menengah. Uraian di atas dapat disimpulkan pengawas sekolah adalah pejabat fungsional yang di angkat oleh pejabat yang berwewenang untuk melakukan pengawasan dan penilaian serta bimbingan kepada kepala sekolah dan guru.
b.   Jenjang Jabatan dan Pangkat, Kedudukan, Bidang Pengawasan dan Tugas Pokok Pengawas Sekolah
Jenjang Jabatan Pengawas Sekolah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya pasal 13, jenjang jabatan fungsional pengawas sekolah dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, yaitu: (1) pengawas sekolah muda; (2) pengawas sekolah madya; dan (3) pengawas sekolah utama. Jenjang pangkat pengawas sekolah sesuai dengan jenjang jabatannya, yaitu (1) pengawas sekolah muda: (a) Penata, golongan ruang III/c dan (b) Penata tingkat I golongan ruang III/d. (2) pengawas sekolah madya: (a) Pembina golongan ruang IV/a, (b) Pembina tingkat I golongan ruang IV/b, dan (c) Pembina utama muda golongan ruang IV/c dan (3) pengawas sekolah utama: (a) Pembina utama madya golongan ruang IV/d dan (b) Pembina utama golongan ruang IV/e.
c.    Kedudukan Pengawas
Pengawas sekolah berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional dibidang pengawasan akademik dan manajerial pada sejumlah satuan pendidikan yang ditetapkan.Pengawas sekolah adalah jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh guru yang bersatus sebagai PNS.
d.   Bidang Kepengawasan
Bidang pengawasan meliputi pengawas taman kanak-kanak atau setingkatnya, sekolah dasar atau setingkatnya, SMP/MTs dan setingkatnya serta SMA/MA dansetingkatnya, pengawasan rumpun mata pelajaran/mata pelajaran, pendidikan luar biasa/pendidikan khusus dan bimbingan konseling.
e.    Kewajiban, Tugas Pokok dan Wewenang Pengawas Sekolah
1)   Kewajiban Pengawas Sekolah
Kewajiban pengawas sekolah dalam menjalankan tugasnya adalah
(a)      menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, melakukan evaluasi pelaksanaan program pengawasan dan membimbing sertamelatih profesionalisme guru,
(b)     meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,
(c)      menjujung tinggi peraturan perudang undangan, hukum, nilai agama dan etika,
(d)     memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
2)   Tugas Pokok Pengawas Sekolah
Tugas pengawas sangatlah banyak. Namun, peneliti hanya membatasi penelitian ini pada tugas pengawas muda. Permenegpan & RB No 21/2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Merumuskan tugas-tugas pengawas muda sebagai berikut:
(a)      penyusunan program pengawasan,
(b)     pelaksanaan pembinaan,
(c)      pemantauan pelaksanaan 8 (delapan) SNP,
(d)     penilaian,
(e)      pembimbingan dan pelatihan profesional Guru,
(f)      evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan,
(g)     pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.
3)   Wewenang Pengawas Sekolah
Pengawas sekolah berwenang memilih dan menentukan metode kerja, menilai kinerja guru dan kepala sekolah, menentukan dan mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan.
f.     Ruang Lingkup Kepengawasan
Ruang lingkup pengawasan meliputi pengawasan akademik dan manajerial. Kepengawasan akademik dan manajerial tersebut tercakup dalam kegiatan penyusunan program pengawasan, pelaksanaan program pengawasan, evaluasi hasil pelaksanaan pengawasan, membimbing dan melatih profesionalisme guru atau kepala sekolah.
4.    EDS
Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah adalah EDS adalah proses Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah yang bersifat internal yang melibatkan pemangku kepentingan  untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan SPM dan SNP yang hasilnya dipakai sebagai dasar Penyusunan RKS dan sebagai masukan bagi perencanaan investasi pendidikan tingkat kab/kota. Proses Evaluasi Diri Sekolah merupakan siklus, yang dimulai dengan pembentukan Tim Pengembang Sekolah (TPS), pelatihan penggunaan instrumen, pelaksanaan EDS di sekolah dan penggunaan hasilnya sebagai dasar penyusunan RPS/RKS dan RAPBS/RKAS. Sekolah melakukan proses EDS setiap tahun sekali. EDS dilaksanakan oleh Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang terdiri atas: Kepala Sekolah, wakil unsur guru, wakil Komite Sekolah, wakil orang tua siswa, dan pengawas. TPS mengumpulkan bukti dan informasi dari berbagai sumber untuk menilai kinerja sekolah berdasarkan indikator-indikator yang dirumuskan dalam instrumen (Buku Panduan EDS/M, 2010:9).
Dengan menggunakan Instrumen EDS, sekolah dapat mengukur dampak kinerjanya terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik. Sekolah juga dapat memeriksa hasil dan tinda lanjutnya terhadap perbaikan layanan pembelajaran yang diberikan dalam memenuhi kebutuhan pembelajaran peserta didik. Kegiatan ini melibatkan semua pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah untuk memperoleh informasi dan pendapat dari seluruh pemangku kepentingan sekolah.
Khusus untuk pengawas, keterlibatannya dalam TPS berfungsi sebagai fasilitator atau pembimbing bagi sekolah dalam melakukan Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah, terutama memastikan bahwa proses EDS yang dilakukan secara benar dan buktibukti fisik sekolah tersedia. EDS bukanlah proses yang birokratis atau mekanis, melainkan suatu proses dinamis yang melibatkan semua pemangku kepentingan dalam sekolah.
EDS perlu dikaitkan dengan proses perencanaan sekolah dan dipandang sebagai bagian yang penting dalam kinerja siklus pengembangan sekolah. Sebagai kerangka kerja untuk perubahan dan perbaikan, proses ini secara mendasar menjawab 3 (tiga) pertanyaan kunci di bawah ini:
a.    Seberapa baikkah kinerja sekolah kita? Hal ini terkait dengan posisi pencapaian kinerja untuk masing-masing indikator SPM dan SNP.
b.    Bagaimana kita dapat mengetahui kinerja sekolah? Hal ini terkait dengan bukti apa yang dimiliki sekolah untuk menunjukkan pencapaiannya.
c.    Bagaimana kita dapat meningkatkan kinerja? Dalam hal ini sekolah melaporkan dan menindaklanjuti apa yang telah ditemukan sesuai pertanyaan di nomor 2 dan nomor 3 sebelumnya.
Sekolah menjawab ketiga masalah ini setiap tahunnya dengan menggunakan seperangkat indikator kinerja untuk melakukan pengkajian yang obyektif terhadap kinerja mereka berdasarkan SPM dan SNP yang ditetapkan, dan mengumpulkan bukti mengenai kinerja peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan. Informasi tambahan seperti tingkat ketercapaian kinerja sekolah dalam memenuhi kebutuhan semua peserta didiknya dan kapasitas sekolah untuk perbaikan serta dukungan yang dibutuhkan juga dimasukkan di sini (Buku Panduan EDS/M, 2010:10).
Data dapat juga dikaitkan dengan kebutuhan lokal dan informasi khusus terkait dengan kondisi sekolah. Informasi kuantitatif seperti tingkat penerimaan siswa baru, hasil ujian, tingkat pengulangan dan lain-lain, beserta informasi kualitatif seperti pendapat dan penilaian  profesional dari para pemangku kepentingan di sekolah dikumpulkan guna mendapatkan gambaran secara menyeluruh. Semua informasi ini kemudian dipergunakan sebagai dasar untuk mempersiapkan suatu rencana pengembangan sekolah yang terpadu. Informasi hasil EDS dan Rencana Pengembangan Sekolah ditindaklanjuti Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sebagai informasi kinerja sekolah terkait pencapaian SPM dan SNP dan sebagai dasar penyusunan perencanaan peningkatan mutu pendidikan pada tingkat kabupaten/kota dan provinsi, bahkan pada tingkat nasional.
Evaluasi Diri Sekolah (EDS) sebenarnya sudah beberapa tahun ini kita kenal, sejak pelaksanaan program Akreditasi Sekolah. Namun yang kita diskusikan di artikel ini adalah EDS sebagai instrumen utama dalam implementasi SPMP. EDS yang bersifat developmental ini secara khusus ditujukan untuk membantu unit pendidikan dalam memotret dan memetakan kondisi objektif dirinya secara berkala (tahunan) sebagai dasar penyusunan program peningkatan mutu. Peta hasil EDS akan dapat memberikan data yang valid tentang tingkat capaian sekolah/madrasah terhadap Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan atau Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam pendidikan, yang sudah dituangkan dalam Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar.
Di beberapa negara maju, misalnya Inggris, EDS, yang disana disebut dengan SSSE (Supported School Self-Evaluation), sudah cukup lama dilaksanakan sebagai instrumen utama untuk dasar penyusunan program peningkatan mutu pendidikan. Pengisian instrumen ini dilaksanakan secara berkala oleh Kepala Sekolah bersama Komite Sekolah dengan diverifikasi oleh Pengawas Sekolah yang bertugas membina sekolah tersebut. SSSE ini benar-benar dapat mendorong peningkatan capaian standar pendidikan di sekolah tersebut, seperti yang dinyatakan oleh Rudd, P dan Davies, Deborah (peneliti pada National Association for Educational Research, Inggris) (2000): ‘School self-evaluation now sits alongside, and has been embraced by, external inspection as a major mechanism for monitoring and raising standards of achievement in schools’. (versi Bahasa Indonesia secara bebas: ‘EDS yang sekarang dilaksanakan dan telah dikolaborasikan dengan pengawas(an) eksternal telah menjadi mekanisme utama dalam monitoring dan peningkatan capaian standar pendidikan di sekolah’).
Dalam praktiknya di Indonesia, Evaluasi Diri Sekolah (EDS) sesungguhnya tidak semata-mata dilaksanakan oleh sekolah bersama Komite Sekolahnya saja dalam Tim Pengembang Sekolah (TPS), namun juga didukung oleh kehadiran Pengawas Sekolah yang lebih berfungsi sebagai verifikator dan validator terhadap hasil penilaian yang dilakukan oleh sekolah bersama komitenya. Pengawas juga merupakan salah satu anggota TPS. Dengan keikutsertaan Pengawas Sekolah, diharapkan hasil pengumpulan data EDS dapat benar-benar secara valid memotret/memetakan kondisi capaian sekolah terhadap SNP atau SPM seobjektif mungkin, yang kemudian menjadi landasan pengembangan prgram satuan pendidikan dalam bentuk sebuah dokumen perencanaan di satuan pendidikan yaitu rencana kerja sekolah (RKS). 
Keterlibatan Pengawas tidak dimaksudkan sebagai inspektur yang hanya mencari kesalahan sekolah saja, namun lebih difungsikan sebagai pembina yang juga ikut bertanggung jawab untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut melalui pengisian instrumen EDS. Jadi, sama halnya dengan implementasi SSSE di Inggris, EDS di Indonesia juga sesungguhnya merupakan ‘supported-EDS’. Dengan pola ‘supported-EDS’, hubungan kerja sama antara sekolah dengan Pengawas Sekolah menjadi benar-benar bermakna yang semata-mata ditujukan demi peningkatan mutu pendidikan di sekolah tersebut. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Rudd, P dan Davies, Deborah (2000), ‘School self-evaluation processes help to facilitate the development of positive working relationships between LEAs and their schools’. (catatan: LEA=Local Education Authority, sama dengan dinas pendidikan tingkat kota/kabupaten di Indonesia, di mana Pengawas Sekolah bekerja). Kerja sama dan kolaborasi yang kuat antara sekolah, Komite Sekolah, dan Pengawas Sekolah dalam melaksanakan EDS merupakan fondasi yang kuat bagi program peningkatan mutu pendidikan di sekolah dalam konteks implementasi Manajemen Berbasis sekolah (MBS).
5.    In House Traninng
a.    Pengertian IHT
In House Training (iHT) terdiri dari dua kata in house dan training, dalam kamus bahasa Inggris in house artinya di dalam rumah sedangkan training artinya latihan. Adapun istilah training mempunyai banyak makna. dalam buku “ Human Resource Management” , (Noe, 2008: 267)  training secara umum adalah refers to a planned effort by a company to facilitate employees’ learning of job related competencies. The job competencies include knowledge, skill or behaviors that are critical for successful job performance” (pelatihan mengacu pada upaya yang direncanakan o leh perusahan untuk mengfasilitasi pembelajaran pada karyawan tentang kemampuan kerja terkait, kemampuan kerja meliputi keterampilan pengetahuan atau perilaku yang penting untuk kinerja yang sukses)
Dessler (1997: 263) mendefinisikan training (pelatihan) merupakan proses mengajarkan karyawan baru atau yang sekarang, tentang keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Sikula mengatakan bahwa “pelatihan merupaka n proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, yang mana tenaga nonmanajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan-tujuan tertentu”. As’ad (Sutrisno, 2009: 67) mengemukakan pelatihan sebagai usaha-usaha yang berencana yang diselenggarakan agar tercapai penguasaan akan keterampilan, pengetahuan, dan sikap-sikap yang relevan terhadap pekerjaan.
Sementara training menurut Meldona (2009: 232) adalah proses sistematis pengubahan tingkah laku para karyawan dalam suatu arah untuk meningkatkan upaya pencapaian tujuan-tujuan organisasi (Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini, memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya).
Berdasar uraian di atas, maka in House Training merupakan program pelatihan yang diselenggarakan di tempat sendiri, sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan guru, dalam menjalankan pekerjaannya dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada (Sujoko, 2012: 40). Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Danim (2012: 94) bahwa in House Training merupakan pelatihan yang dilaksanakan secara internal oleh kelompok kerja guru, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan sebagai penyelenggaraan pelatihan yang dilakukan berdasar pada pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kemampuan dan karier guru tidak harus dilakukan secara eksternal, namun dapat dilakukan secara internal oleh guru sebagai trainer yang memiliki kemampuan yang belum dimiliki oleh guru lain. Sedangkan ketentuan peserta dalam iHT minimal 4 orang dan maksimal 15 orang.
Kesimpulannya, in House Training yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelatihan guru yang dilaksanakan berdasarkan permintaan pihak sekolah, pesertanya berasal dari satu sekolah, dengan materi pelatihan yang disesuaikan oleh pihak sekolah khususnya dalam penggunaan alat peraga, dan lain sebagainya dan dilaksanakan di sekolah tempat guru tersebut bekerja.
b.    Tujuan In Hause Training
Tujuan pelatihan secara bervariasi dijelaskan oleh Dale S. Beach (1975) dan Flippo, menurut Beach tujuan pelatihan adalah “ The objective of training is to achieve a change the behavior of those trained” (tujuan pelatihan adalah untuk memperoleh perubahan dalam tingkah laku mereka yang dilatih). Sedangkan menurut Edwin B Flippo (1976), tujuan pelatihan secara umum adalah “untuk mengembangkan keahlian, pengetahuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang”. Dari kedua tujuan pelatihan yang telah dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pelatihan adalah untuk memperoleh perubahan tingkah laku sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan keahlian, pengetahuan dan sikap.
Bertolak dari simpulan diatas, jika dilihat dari segi peningkatan dan pengembangan keahlian maka tujuan pelatihan menurut Meldona (2009: 234-236) dapat diuraikan sebagai berikut:
1)   Memutahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih (trainer) memastikan bahwa karyawan dapat secara efektif menggunakan teknologi-teknologi baru. Perubahan teknologi, pada gilirannya, berarti bahwa pekerjaan menjadi sering berubah dan keahlian serta kemampuan karyawan haruslah dimutahirkan melalui pelatihan.
2)   Mempersiapkan karyawan untuk promosi. Pelatihan memungkinkan karyawan menguasai keahlian yang dibutuhkan untuk pekerjaan berikutnya dijenjang organisasi yang lebih tinggi.
Dilihat dari segi peningkatan dan pengembangan pengetahuan maka tujuan pelatihan seperti yang disampaikan oleh Kamaludin (2011) dan Meldona (2009: 234) yaitu:
1)   Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang bekerja atau didayagunakan oleh instansi terkait. Hal ini diharapkan dapat mendukung target organisasi dalam upaya mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Bekerja sesuai Misi dan Visi organisasi.
2)   Memperbaiki kinerja, bagi karyawan yang bekerja secara tidak memuaskan karena kurang keterampilan maka diikutkan pelatihan yang dapat memungkinkan perbaikan kinerjanya. Kendati pelatihan tidak dapat memecahkan semua permasalahan kinerja, tetapi program yang baik seringkali dapat meminimalkan permasalahan tersebut.
Sedangkan jika dilihat dari segi peningkatan sikap maka tujuan pelatihan menurut Kamaludin (2011) diantaranya adalah:
1)   Menciptakan interaksi antara peserta. Jika organsisasi, instansi atau perusahaan yang memiliki banyak cabang di berbagai daerah yang tersebar di Indonesia maka besar kemungkinan mereka memiliki cara kerja yang berbeda, pengalaman yang berbeda, dan kualitas yang berbeda. Dengan pelatihan peserta dapat bertukar informasi sehingga bukan tidak mungkin ini cara yang paling efektif untuk menciptakan standarisasi kinerja yang paling efektif.
2)   Mempererat rasa kekeluargaan dan kebersamaan antara karyawan. Karena mereka bekerja untuk satu naungan yang sama, bukan tidak mungkin mereka tidak lagi  kaku untuk sharing, bersahabat  dan lebih kompak.
3)   Meningkatkan motivasi dan budaya belajar yang berkesinambungan. Hal ini bisa mengeksplorasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi di  lapangan yang berkaitan dengan peningkatan efektifitas kerja, sehingga dapat mencari solusi secara bersama-sama dengan kemungkinan solusi terbaik
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, maka pada hakikatnya tujuan pelatihan menurut Moekijat dalam Kamil (2010: 11) dapat disederhanakan menjadi tiga yaitu: meningkatkan dan mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif; meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional; meningkatkan dan mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan pimpinan. Berdasar tujuan tersebut maka menurut peneliti kegiatan in House Training dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan kualitas sumber daya manusia dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi di tempat guru tersebut bekerja, khususnya peningkatan kemampuan guru dalam penggunaan alat peraga/media pembelajaran.
Kegiatan iHT dalam penelitian ini bertujuan untuk membantu meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan alat peraga pebelajaran meliputi peningkatan pengetahuan berbagai jenis alat peraga dan cara penggunaannya; peningkatan keterampilan dalam menggunakannya dan keterampilan membuat alat peraga yang dibutuhkan sebagai alternatif alat peraga yang belum tersedia.
Lebih lanjut untuk memenuhi tujuan tersebut, maka terlebih dahulu sebelum melakukan pelatihan menganalisa kebutuhan dalam pelatihan, dengan mengidentifikasi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk memperbaiki atau meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan alat peraga, kemudian menganalisa peserta pelatihan untuk memastikan program pelatihan sesuai dengan tingkat pendidikan (Dessler, 1997: 266), menganalisa biaya yang akan dibutuhkan pada pelaksanaan pelatihan, dan menganalisa penggunaan metode pengumpulan data untuk dapat mengukur keberhasilan pelaksanaan pelatihan, sehingga dapat didesain pelatihan yang akan dilakukan. Setelah tahap analisa dilakukan, tahap berikutnya menentukan atau memutuskan kebutuhan pelaksanaan pelatihan (Marwansyah, 2012: 170).
Pelaksanaan pelatihan itu sendiri dilakukan melalui beberapa fase diantaranya:
1)   Fase Perencanaan
Perencanaan mempunyai fungsi untuk menentukan tujuan atau kerangka tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu (Syukur, 2011: 9). Untuk itu, perencanaan akan sangat membantu keberhasilan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, jika dilakukan dengan baik dan cermat. Hal-hal yang perlu dilakukan pada fase ini adalah: menentukan sasaran pelatihan; menentukan tujuan pelatihan; menentukan pokok bahasan/materi pelatihan; menentukan pendekatan dan metodologi pelatihan; menentukan peserta pelatihan dan fasilitator (trainer); menentukan waktu dan tempat pelatihan; menentukan semua bahan yang diperlukan dalam pelatihan; menentukan model evaluasi pelatihan; menentukan sumber dana dan pembiayaan yang dibutuhkan.
2)   Fase Proses Penyelenggaraan
Proses penyelenggaraan pelatihan pada dasarnya merupakan implementasi dari perencanaan. Fase ini dibagi menjadi dua tahapan yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan pelatihan. Pada tahap persiapan proses pelatihan diantaranya meliputi: mempersiapkan kelengkapan bahan pelatihan (undangan pemberitahuan, materi, jadwal, media, daftar hadir, instrument evaluasi) dan kesiapan sarana prasarana (tempat, fasilitas, konsumsi, peserta maupun trainer) (Nawawi, 2008: 228). Sedangkan tahap pelaksanaan pelatihan, melalui alur sebagai berikut:
a)    Mencairkan suasana agar peserta pelatihan merasa santai;
b)   Menjelaskan tujuan pelatihan;
c)    Memotivasi peserta untuk bertanya;
d)   Mengakrabkan guru dengan alat peraga/media yang digunakan dalam pelatihan;
e)    Menjelaskan pembelajaran yang berkualitas;
f)    Trainer menyampaikan materi dan memperagakan secara sistematis tentang penggunaan alat peraga/media yang digunakan dalam pelatihan secara perlahan;
g)   Trainer mengulang peragaan dan menjelaskan titik kunci;
h)   Trainer  meminta  peserta  pelatihan  untuk  menjelaskan  penggunaan alat peraga/media pembelajaran secara sistematis;
i)     Trainer membimbing peserta dalam uji coba peragaan penggunaan alat peraga pembelajaran secara bertahap untuk membangun keterampilan;
j)     Perserta mendemonstrasikan kemampuan dalam penggunaan alat peraga secara mandiri;
k)   Memberikan pujian untuk peserta yang dapat mendemonstrasikan dengan baik (Dessler, 1997: 272).
3)   Fase Evaluasi Pelatihan
Fase evaluasi adalah fase penilaian terhadap kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan. Fase ini bukan untuk menilai prestasi hasil belajar peserta pelatihan melainkan penilaian yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan dan sesudah kegiatan pelatihan (Nawawi, 2008: 228).  Fase ini dilakukan dengan tujuan:
a)    Menemukan indikator-indikator mana saja dari suatu pelatihan yang berhasil mencapai tujuan yang sudah direncanakan, serta bagian-bagian yang tidak mencapai tujuan atau kurang dari pelatihan sehingga dapat dibuat langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
b)   Memberi kesempatan kepada peserta untuk menyumbangkan pemikiran dan saran-saran serta penilaian terhadap efektifitas program pelatihan yang dilaksanakan.
c)    Mengetahui sejauh mana dampak kegiatan pelatihan terutama yang berkaitan dengan terjadinya perilaku di kemudian hari.
d)   Identifikasi kebutuhan pelatihan untuk merancang dan merencanakan kegiatan pelatihan selanjutnya.
Fase  penilaian  di  atas  merupakan  fase  terakhir  dari  seluruh  pelaksanaan pelatihan, pada fase ini dimaksudkan untuk menilai kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan dan dilakukan selama dan sesudah pelatihan. Diantaranya kemampuan peserta mentranfer materi pelatihan, metode yang digunakan, kemampuan trainer dalam menggunakan metode, dan juga sarana pelatihan. Hasil dari evalusi tersebut kemudian akan menjadi umpan balik, untuk melakukan prediksi atau perkiraan kebutuhan pelatihan selanjutnya. Melalui beberapa tahapan diatas, maka diharapkan pelaksanaan IHT dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
B.  Kerangka Berpikir
Dalam kaitannya dengan pembinaan kemampuan kepala sekolah binaan dalam penyusunan EDS melalui pola pembinaan In House Training, dapat disimpulkan  bahwa tujuan In House Training adalah untuk memperoleh  tingkat kemampuan yang diperlukan dalam pekerjaan mereka dengan cepat dan  ekonomis dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang ada sehingga  prestasi mereka pada tugas yang sekarang ditingkatkan dan mereka dipersiapkan  untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar di masa yang akan datang. In House Training bertujuan untuk memperoleh nilai tambah seseorang yang bersangkutan, terutama yang berhubungan dengan  meningkatnya dan berkembangnya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang bersangkutan. In House Training dimaksud untuk mempertinggi kemampuan dengan  mengembangkan cara-cara berpikir dan bertindak yang tepat serta pengetahuan  tentang tugas pekerjaan termasuk tugas dalam melaksanakan evaluasi diri.
Hasil EDS digunakan oleh pihak sekolah untuk membuat rencana kegiatan sekolah dalam upaya pengembangan sekolah ke arah yang lebih baik. Seluruh sekolah di wilayah binaan .......................... sampai saat ini terus melakukan upaya peningkatan mutu sekolah dan secara berkesinambungan menata serta berupaya mengembangkan berbagai sektor unggul untuk menjadi andalan sekolah. Dengan EDS, sekolah diharapkan dapat mengetahui bidang apa yang menjadi prioritas untuk diperbaiki dan dikembangkan.
Upaya peningkatan kemampuan kepala sekolah binaan pada hakikatnya dapat dilakukan oleh instansi terkait dengan berbagai jenis kegiatan ataupun dengan berbagai metode dan strategi. Diantara upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah binaan adalah kegiatan supervisi akademik, kegiatan KKKS yang berupa case study, lesson study dan penelitian karya ilmiah, serta dapat berupa pendidikan dan pelatihan seperti: program magang, belajar jarak jauh, pelatihan berjenjang, kursus singkat dan in House Training (iHT). Berdasarkan hal itu, maka salah satu upaya yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah binaan dalam menyusun program Evaluasi Diri Sekolah (EDS) yaitu melalui kegiatan pelatihan, dalam penelitian ini akan dicobakan kegiatan in House Training (iHT) sebagai pemecahan masalah, diharapkan dengan kegiatan pelatihan tersebut permasalahan yang muncul dapat teratasi.
Dari paparan di atas, menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan kepala sekolah binaan dalam penyusunan EDS melalui pola pembinaan In House Training  yang lebih menekankan pada metode kolaboratif konsultatif akan memberikan kesempatan sharing  antara satu kepala sekolah dengan kepala sekolah lain. Dengan demikian kemampuan masing-masing kepala sekolah dalam penyusunan EDS dapat ditingkatkan baik dalam teoritisnya maupun implementasinya. Dengan demikian dapat diduga bahwa melalui pola pembinaan In House Training dapat meningkatkan kemampuan kepala sekolah di wilayah binaan .......................... dalam penyusunan EDS.
Akar masalah

Penyebab

Pemecahan Masalah
Sebagian besar kepala sekolah belum mampu menyusun EDS dengan baik
Kurangnya kemampuan kepala sekolah dalam menyusun EDS
Akan dilakukan tindakan pembinaan dengan pola in House Training oleh Pengawas Sekolah


Hasil


Meningkatkanya kemampuan kepala sekolah dalam menyusun EDS

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir

C.  Hipotesis Tindakan
Berdasarkan identifikasi masalah, batasan masalah, dan fokus penelitian yang dikemukakan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Peningkatan kemampuan kepala sekolah di SMA wilayah binaan .......................... dalam menyusun program Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dapat dicapai melalui pola pembinaan In House Training?


Untuk mendapatkan file secara lengkap, terdiri dari Bagian Depan, Bab I, II, III, IV, V, Daftar Pustaka dan Lampiran2, silakan klik disini.
Terima kasih.


Postingan Terpopoler

PTK AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN SMK

  Loggo                 LAPORAN HASIL   PENELITIAN TINDAKAN KELAS     PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR AG...