– Ubah nama-blogmu.blogspot.com dengan alamat blog anda Penelitian Tindakan Kelas/Sekolah (PTK/PTS): LAPORAN PELAKSANAAN PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH

Tuesday 22 December 2015

LAPORAN PELAKSANAAN PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH



LAPORAN

PELAKSANAAN PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH



PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU MEMBUAT DAN MENGGUNAKAN ALAT DAN MEDIA PEMBELAJARAN  DENGAN PELAKSANAAN KEGIATAN IN-HOUSE TRAINING
 DI SDN 013 ....................... KECAMATAN ………………..
KABUPATEN ………………………
TAHUN ……….




















Disusun Oleh :


…………………………………
NIP.  ……………..






UPT ……………………. KECAMATAN………….
KABUPATEN ………………….
201…..
LEMBAR PENGESAHAN


1.
Judul Penelitian
Peningkatan Kemampuan Guru Membuat dan Menggunakan Alat dan Media Pembelajaran  dengan Pelaksanaan Kegiatan In-House Training  di SDN 013 ....................... Kecamatan ……………….. Kabupaten ………………
Tahun ……….
2.
Identitas Peneliti
a.    Nama Lengkap
b.   NIP
c.    Pangkat. Golongan
d.   Tempat Tugas
e.    Kabupaten/Kota
f.    Provinsi
g.   Alamat Kantor
h.   Telepon

……………………………….
……………………………….
……………………………….
……………………………….
……………………………….
……………………………….
……………………………….
……………………………….

3.
Lama Penelitian
….. bulan (………… s.d ………… 201..)
4.
Sumber Dana
Swadaya


                                                                                .........., ...........................
Mengetahui,
Kepala UPT Dinas Pendidikan                               Peneliti.
Kecamatan ..............................


.........................................                                            .........................................
NIP. .................................                                           NIP. .................................

Mengetahui

Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten


.........................................
NIP. .................................



PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU MEMBUAT DAN MENGGUNAKAN ALAT DAN MEDIA PEMBELAJARAN  DENGAN PELAKSANAAN KEGIATAN IN-HOUSE TRAINING
 DI SDN 013 ....................... KECAMATAN ………………..
KABUPATEN ………………………
TAHUN ……….


ABSTRAK

………………………………..
NIP. …………………….


SDN 013 ....................... merupakan salah satu sekolah yang menjadi binaan peneliti, pada kegiatan pembelajarannya belum semua guru menggunaan alat peraga/media pembelajaran, mereka lebih cenderung menggunakan metode ceramah. Hal ini mengakibatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik kurang memuaskan, komunikasi serta interaksi antara guru dan peserta didik tidak berjalan secara maksimal, sehingga proses pembelajaran menjadi kurang bermakna. Upaya untuk memperbaiki adalah dengan mengadakan melalui kegiatan in House Training (iHT). Rumusan masalah sebagai berikut bagaimana pelaksanaan in House Training dapat meningkatkan kompetensi guru dalam penggunaan alat peraga/media pembelajaran IPA di SDN 013 ........................ Penelitian ini tergolong Penelitian Tindakan Sekolah, dengan empat langkah pokok yaitu : Perencanaan tindakan, Pelaksanaan tindakan, Pengamatan (observasi), dan Refleksi. Penelitian tindakan sekolah dilaksanakan dalam 2 siklus dengan 2 kali pertemuan pada setiap siklusnya. Subjek penelitian adalah guru kelas I, II, III, IV dan V di SD Negeri  013 ........................ Teknik  pengumpulan  data dalam penelitian ini  adalah  wawancara,    observasi, dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif serta kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan guru dalam menggunakan alat peraga IPA sebelum dilakukan tindakan sebesar 100%, pada siklus I meningkat menjadi 40% dan pada siklus II sebesar 100%, melampui indikator yang ditetapkan sebesar 85%. Kesimpulannya adalah kemampuan guru dalam pembuatan dan penggunakan alat peraga pembelajaran  di SD Negeri 013 ....................... meningkat melalui iHT.

Kata Kunci : alat dan media pembelajaran, iHT, kemampuan,







KATA PENGANTAR


Puji syukur senantiasa peneliti panjatkan kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga Laporan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) ini dapat selesai dengan baik.
Dalam PTS ini peneliti menentukan judul yaitu Peningkatan Kemampuan Guru Membuat dan Menggunakan Alat dan Media Pembelajaran  dengan Pelaksanaan Kegiatan In-House Training  di SDN 013 ....................... Kecamatan ……………….. Kabupaten ……………… Tahun ……….”. Penelitian ini diajukan untuk melengkapi syarat-syarat Kenaikan pangkat dari golongan ………. Ke golongan …...
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini khususnya kepada:
1.    ……………….., selaku Kepala Dinas  Pendidikan Kabupaten ………………
2.    ……………….., selaku Kepala UPT Dinas Pendidikan Kecamatan …………
3.    Rekan-rekan Pengawas TK/SD UPT Dinas Pendidikan Kecamatan
4.    ……………….., selaku Kepala Sekolah SDN ……………………………..
5.    Segenap warga SDN …………….  khususnya guru-guru Kelas ……… yang telah membantu penyelesaian karya ini.
6.    Semua pihak yang telah membantu dengan penuh ketulusan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhirnya penulis mohon saran dan kritik dari pembaca demi perbaikan langkah berikutnya. Harapan peneliti semoga hasil penelitian ini dapat memberikan dampak positip terhadap perkembangan peningkatan sumber daya manusia.

                                                                                   ............................... 20...

                                                                                                Peneliti


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................      i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................     ii
ASBTRAK..........................................................................................................    iii
KATA PENGANTAR........................................................................................    iv
DAFTAR ISI.......................................................................................................     v
DAFTAR TABEL...............................................................................................    vi
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................   vii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... viii

BAB    I     PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah..............................................................      
B.  Identifikasi Masalah....................................................................      
C.  Rumusan Masalah........................................................................      
D.  Tujuan Penelitian.........................................................................      
E.   Manfaat Penelitian.......................................................................      

BAB    II   KAJIAN PUSTAKA
A.  Kajian Teori  ...............................................................................      
B.  Kerangka Pikir.............................................................................      
C.  Hipotesis Tindakan......................................................................      
           
BAB    III METODE PENELITIAN
A.  Subjek dan Objek Penelitian........................................................      
B.  Waktu dan Tempat Penelitian......................................................      
C.  Metode Pengumpulan Data.........................................................      
D.  Prosedur Penelitian......................................................................      
E.   Metode Analisis Data..................................................................      
F.   Indikator dan Kriteria Keberhasilan............................................      

BAB    IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ...........................................................................      
B.  Pembahasan.................................................................................      

BAB    V   SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .....................................................................................      
B.  Saran............................................................................................      

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN





DAFTAR TABEL

Tabel                                                                                                                                      Halaman
Tabel   3.1    Pedoman Penilaian Kinerja Guru..............................................            
Tabel   4.1    Data Kemampuan Awal Guru dalam Membuat dan Menggunakan Alat dan Media Pembelajaran pada Kondisi Awal ............................................            
Tabel   4.2    Rekapitulasi Kemampuan Guru dalam Membuat dan Menggunakan Alat dan Media Pembelajaran pada Siklus Pertama ..........................................            
Tabel   4.3    Rekapitulasi Kemampuan Guru dalam Membuat dan Menggunakan Alat dan Media Pembelajaran pada Siklus Kedua..............................................            
Tabel   4.4    Rekapitulasi Hasil Penilaian Membuat dan Menggunakan Alat dan Media Pembelajaran pada Siklus Pertama..........................................................................            
Tabel   4.5    Rekapitulasi Hasil Penilaian Membuat dan Menggunakan Alat dan Media Pembelajaran pada Siklus Kedua ............................................................................            
Tabel   4.6    Rekapitulasi Hasil Penilaian Membuat dan Menggunakan Alat dan Media Pembelajaran pada Kondisi Awal, Siklus Pertama dan Siklus Kedua....................            






















DAFTAR GAMBAR

Gambar                                                                                                      Halaman

Gambar     4.1    Grafik Peningkatan Kemampuan Guru dalam Membuat dan Menggunakan Alat dan Media Pembelajaran pada Siklus Pertama.....................................            
Gambar     4.2    Grafik Peningkatan Kemampuan Guru dalam Membuat dan Menggunakan Alat dan Media Pembelajaran pada Siklus Kedua........................................            
Gambar     4.3    Grafik Peningkatan Kemampuan Guru dalam Membuat dan Menggunakan Alat dan Media Pembelajaran Berdasarkan Perolehan Nilai Rata-Rata pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus Kedua.......................................................................            





























DAFTAR LAMPIRAN


Lampiran   1    Surat Ijin Penelitian
Lampiran   2    Jurnal Kegiatan Penelitian                                                                 
Lampiran   3    Lembar Observasi Pelaksanaan IHT pada Kondisi Awal
Lampiran   4    Lembar Observasi Pelaksanaan IHT pada Siklus I                            
Lampiran   5    Lembar Observasi Pelaksanaan IHT pada pada Siklus II
Lampiran   6    Daftar Hadir Peserta IHT pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II
Lampiran   7    Daftar Hadir Peneliti dan Kolaburator
Lampiran   8    Contoh Hasil Kegiatan iHT                                                               
Lampiran   9    Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II




BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu unsur konkrit yang sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sejalan dengan itu, hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah masalah prestasi belajar. Masalah umum yang sering dihadapi oleh peserta didik khususnya siswa adalah hasil prestasi belajar yang belum memuaskan. Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan hasil prestasi belajar tersebut mengalami kegagalan dalam bidang akademik baik faktor-faktor yang berada dalam diri siswa maupun faktor-faktor yang berada di luar diri siswa seperti tingkat intelegensi yang rendah, kurangnya motivasi belajar, cara belajar yang kurang efektif, minimnya frekuensi dan jumlah waktu belajar, tingkat disiplin diri yang rendah, media belajar atau bahan ajar yang masih kurang disediakan pihak sekolah dan sebagainya.
Guru memegang peran penting dan strategis dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran sebagai suatu aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa berkaitan langsung dengan aktivitas guru, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai suatu sistem kegiatan, proses pembelajaran selalu melibatkan guru. Keterlibatan guru tersebut mulai dari pemilihan dan pengurutan materi pembelajaran, penerapan dan penggunaan metode pembelajaran, penyampaian materi pembelajaran, pembimbingan belajar, sampai pada kegiatan pengevaluasian hasil belajar.
Berkaitan dengan peran tersebut, suatu proses pembelajaran akan berlangsung secara baik jika dilaksanakan oleh guru yang memiliki kualitas kompetensi akademik dan profesional yang tinggi atau memadai. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan diupayakan melalui pengutamaan peningkatan mutu guru. Selengkap dan secanggih apa pun prasarana dan sarana pendidikan, tanpa didukung oleh mutu guru yang baik, prasarana dan sarana tersebut tidak memiliki arti yang signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan.
 Alat peraga adalah alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran yang memiliki fungsi untuk memperjelas, memudahkan siswa memahami konsep/prinsip atau teori, dan membuat pesan kurikulum yang akan disamIPAkan kepada siswa menarik, sehingga motivasi belajar siswa meningkat dan proses belajar dapat lebih efektif dan efesien (Nasution, 2005: 7.4). Alat peraga disebut juga sebagai media pembelajaran. Secara umum alat peraga/media pembelajaran terdiri dari bahan cetakan atau bacaan (buku, koran, majalah dan lain-lain), alat-alat audio visual (radio kaset, televisi, video, dan lain-lain), koleksi benda-benda serta sumber masyarakat (monument, candi, dan peninggalan sejarah lainnya) (Sadiman dkk, 2011: 3).
Berkaitan dengan hal itu, alat peraga/media dalam pembelajaran IPA mempunyai peran yang sangat penting. Peran alat peraga pada pembelajaran IPA adalah untuk mengaktifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan peserta didik dan antara peserta didik dengan sesamanya, memotivasi peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar, memberikan pengalaman yang nyata dan juga memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi peserta didik. Adapun tujuan digunakannya alat peraga/media pembelajaran diantaranya untuk memperjelas informasi atau pesan pembelajaran, memberi tekanan pada bagian-bagian penting, memberi variasi dalam pembelajaran dan memperjelas struktur pembelajaran (Arsyad, 2007: 25).
Berkenaan dengan hal di atas, sudah semestinya guru menggunaan alat peraga/media pembelajaran dalam proses pembelajaran IPA, karena di tangan gurulah keberhasilan peserta didik dan kualitas proses belajar mengajar ditentukan. Guru merupakan komponen yang dominan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan. Peran guru menjadi utama dalam pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah. Guru juga merupakan komponen yang sangat mempengarui terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang berkualitas (Mulyasa, 2009: 5).
Kenyataan ini menunjukkan bahwa di lapangan belum semua guru memiliki kompetensi yang memadai, sehingga kualitas pendidikan tidak sesuai dengan yang diharapkan, khususnya kemampuan guru dalam menggunakan alat peraga/media pembelajaran IPA. Hasil pengamatan peneliti melalui supervisi akademik di SDN 013 ....................... tahun pelajaran ……… yang merupakan salah satu sekolah yang menjadi binaan peneliti menyimpulkan belum semua guru menggunaan alat peraga/media pembelajaran pada proses belajar mengajar IPA mereka lebih cenderung menggunakan metode ceramah dan hanya menggunakan kapur dan papan tulis untuk mencatat materi pelajaran. Guru beranggapan bahwa penggunaan alat peraga sangat merepotkan dan membutuhkan waktu yang cukup banyak. Mereka merasa kesulitan menggunaan alat peraga pembelajaran IPA, hal ini mengakibatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik kurang memuaskan, komunikasi serta interaksi antara guru dan peserta didik tidak berjalan secara maksimal, sehingga proses pembelajaran IPA menjadi kurang bermakna.
Mengatasi masalah tersebut, upaya peningkatan kompetensi guru pada hakikatnya dapat dilakukan oleh instansi terkait dengan berbagai jenis kegiatan ataupun dengan berbagai metode dan strategi. Diantara upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru adalah kegiatan supervisi akademik, kegiatan kelompok kerja guru (KKG) yang berupa case study, lesson study dan penelitian karya ilmiah, serta dapat berupa pendidikan dan pelatihan seperti: program magang, belajar jarak jauh, pelatihan berjenjang, kursus singkat dan in House Training (iHT).
Berdasarkan hal itu, maka salah satu upaya yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kompetensi guru dalam penggunaan alat peraga pembelajaran IPA yaitu melalui kegiatan pelatihan, dalam penelitian ini akan dicobakan kegiatan in House Training (iHT) sebagai pemecahan masalah, diharapkan dengan kegiatan pelatihan tersebut permasalahan yang muncul dapat teratasi.
Berkenaan dengan latar belakang masalah di atas, peneliti yang berkedudukan sebagai kepala sekolah terdorong untuk melakukan penelitian mengenai upaya peningkatan kompetensi guru dalam penggunaan alat peraga/media pembelajaran IPA melalui in House Training (iHT), dengan harapan setelah melakukan kegiatan itu, kompetensi guru dalam penggunaan alat peraga/media pembelajaran IPA pada tahun pelajaran ……….. menjadi meningkat 85% dan terampil dalam membuat alat peraga/media pembalajaran meningkat menjadi 85% dibandingkan dengan tahun pelajaran sebelumnya.
B.   Pembatasan masalah
Berdasar latar belakang yang telah peneliti paparkan di atas, agar permasalahan yang diteliti dapat terarah, maka penelitian ini dibatasi pada guru SDN 013 ....................... tahun pelajaran ……….. Kompetensi guru yang dimaksud adalah kompetensi guru dalam penggunaan alat peraga yang meliputi keterampilan dalam menggunakan dan membuat alat peraga pembelajaran IPA. Sedangkan alternatif sebagai upaya peningkatan kompetensi guru dilakukan melalui pelaksanaan in House Training.
C.   Rumusan Masalah
Berdasar batasan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut bagaimana pelaksanaan in House Training dapat meningkatkan kompetensi guru dalam penggunaan alat peraga/media pembelajaran IPA di SDN 013 ....................... tahun pelajaran ……….?
D.   Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tindakan sekolah ini diantaranya untuk:
1.    Mengetahui pelaksanaan in House Training dalam meningkatkan kompetensi guru.
2.    Meningkatkan kompetensi guru dalam penggunaan alat peraga/media pembelajaran IPA di SD SDN 013 ....................... tahun pelajaran ………..
3.    Meningkatkan keterampilan guru dalam membuat alat peraga/media pembelajaran IPA di SDN 013 ....................... tahun pelajaran ………..

E.   Manfaat Penelitian
1.    Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi para ilmuwan dalam pengembangan ilmu, khususnya dalam pelaksanaan in House Training (iHT) dan kompetensi guru dalam penggunaan alat peraga/media pembelajaran IPA.
2.    Manfaat praktis
a.    Bagi Sekolah
Sebagai upaya pihak sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA IHT Sebagai alternatif pihak sekolah dalam rangka meningkatkan kompetensi guru.
b.    Bagi kepala sekolah
Penelitian tindakan sekolah ini dapat memberi manfaat bagi kepala sekolah dalam memecahkan masalah kompetensi guru. IHT Sebagai layanan kepada guru untuk meningkatkan kemampuan keprofesionalan dalam proses pembelajaran IPA
c.    Bagi para guru
1)        Meningkatkan peran aktif siswa dalam proses belajar mengajar IPA
2)        Meningkatkan pemahaman dan pengalaman dalam proses pembelajaran IPA.
3)        Meningkatkan keterampilan guru dalam penggunaan alat peraga dan mengelola proses pembelajaran IPA.
4)        Meningkatkan keterampilan guru dalam membuat alat peraga pembelajaran IPA
5)        Meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehingga menjadi lebih profesional.
6)        Selalu berusaha menemukan inovasi baru bagi peningkatan mutu pembelajaraan.
d.   Bagi siswa
1)        Siswa termotivasi untuk menyukai pelajaran IPA.
2)        Siswa mempunyai pengalaman mendalami mata pelajaran IPA.
3)        Meningkatkan rasa percaya diri dalam pembelajaran IPA.
4)        Siswa merasa tertantang untuk bereksperimen.
5)        Siswa dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA.






BAB II
LANDASAN  TEORI
A.      Kajian Teori
1.    Kemampuan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa,
sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan,
kecakapan, kekuatan (Tim Penyusun Kamus
Besar Bahasa Indonesia,
1989: 552-553). Kemampuan (
ability) berarti kapasitas seorang individu
untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. (Stephen P.
Robbins & Timonthy A. Judge, 2009: 57).
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam
menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan beragam
tugas dalam suatu pekerjaan.
Lebih lanjut, Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge
(2009: 57-61) menyatakan bahwa kemampuan keseluruhan seorang
individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor, yaitu :
a. Kemampuan Intelektual (Intelectual Ability), merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental (berfikir, menalar dan memecahkan masalah).
b.  Kemampuan Fisik (Physical Ability), merupakan kemampuan melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, ketrampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa.
2.    Alat Peraga Pembelajaran
Media pembelajaran diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara dalam proses pembelajaran. Berdasarkan fungsinya media dapat berbentuk alat peraga dan sarana. Namun dalam keseharian kita tidak terlalu membedakan antara alat peraga dan sarana. Sehingga semua benda yang digunakan sebagai alat dalam pembelajaran IPA kita sebut alat peraga IPA (Sukayati, dkk., 2009: 6). Alat peraga IPA adalah seperangkat benda konkret yang dirancang, dibuat, dihimpun, atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam IPA (Iswadji dalam Pujiati, 2004: 3). Sedangkan menurut Ruseffendi, dkk. (1197: 228) alat peraga yaitu alat yang menerangkan atau mewujudkan konsep IPA. Dari berbagai pendapat ahli di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa alat peraga merupakan seperangkat sarana pembelajaran yang dapat dibuat, dan berupa benda konkret yang mampu mempermudah pemahaman siswa dalam penjelasan konsep.
Secara harfiah media memiliki arti perantara. Kata media berasal dari bahasa latin medium (“antara”), istilah ini merujuk pada apa saja yang membawa informasi antara sebuah sumber dan sebuah penerima (Smaldino, 2011: 7). Media didefinisikan oleh Association for Education and Communication Tehnology (AECT) sebagai segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi (Arsyad, 2007: 3).
Sedangkan Education Association mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar dan dapat mempengaruhi efektifitas program istruktional (Asnawir dan Usman, 2002: 11).
Menurut Hamidjoyo dalam Arsyad (2007: 4) media adalah semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasanya alat peraga dan media mempunyai kesamaan sebagai segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan peserta didik untuk belajar.
Namun demikian, para ahli pendidikan membedakan antara media dan alat peraga, kedua istilah tersebut juga digunakan saling bergantian. Perbedaan penggunaan tersebut menurut Asnawir dan Basyiruddin (2002: 11-13) terletak pada fungsinya, bukan substansinya. Sumber belajar dikatakan alat peraga jika hanya digunakan sebagai alat bantu saja, dan dikatakan sebagai media jika sumber belajar merupakan bagian integral dari seluruh kegiatan belajar. Dalam penelitian ini, peneliti tidak membedakan antara alat peraga dan media karena alat peraga menurut peneliti merupakan media itu sendiri, seperti alat peraga/media yang digunakan dalam pembelajaran IPA. Berikutnya peneliti akan menguraikan lebih lanjut tentang jenis-jenis alat peraga yang dapat dipilih untuk digunakan dalam pembelajaran, kriteria pemilihan sebelum menggunakan alat peraga/media pembelajaran, prinsip yang harus diperhatikan dalam penggunaan alat peraga pembelajaran dan fungsi serta manfaat penggunaan alat peraga/media pembelajaran IPA.
3.    Jenis-jenis Alat Peraga Pembelajaran
Sebelum mengetahui lebih jauh tentang penggunaan alat peraga pembelajaran, terlebih dahulu akan dijelaskan tentang jenis-jenis alat peraga/media pembelajaran. Jenis-jenis alat peraga sangatlah beragam, menurut Nasution (2005: 7.5) jenis alat peraga/media pembelajaran dilihat dari jenis indera dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
a.    Media audio yaitu alat peraga/media yang dapat didengar, seperti kaset, suara burung, suara petir, suara bel dan lain-lain.
b.    Media visual yaitu alat peraga/media yang dapat dilihat, seperti hewan, tumbuhan, gambar, grafik, model, slide dan lain-lain.
c.    Media audio visual yaitu alat peraga yang dapat dilihat dan didengar seperti video, film, dan lain-lain.
Sementara  alat  peraga/media  yang  dikelompokkan  berdasarkan bentuk penyajian:
a.    Alat peraga/media yang tidak dapat diprojeksikan (non projected) yaitu alat peraga/media dua dimensi atau tiga dimensi, seperti: model, gambar, grafik, foto, peta timbul, awetan tumbuhan dan hewan dan lain-lain
b.    Alat peraga yang diprojeksikan (projected) seperti: film, slide, film strip dan sebagainya.
Menurut  sumbernya  Alat  peraga/media  juga  dapat  digolongkansebagai berikut:
a.    Alat peraga alamiah (natural), yaitu alat peraga yang sesuai dengan benda aslinya di alam seperti: hewan, tumbuhan, danau, hutan dan lain-lain
b.    Alat peraga buatan (artificial), yaitu alat peraga hasil modifikasi atau meniru benda aslinya, seperti: model alat pernafasan, model jantung manusia, gambar dan lain-lain.
Sementara itu, Dajamarah (2005: 213) menambahkan bahwa berdasar klasifikasinya media pembelajaran dapat juga dilihat berdasar daya liputnya, media ini dibagi menjadi tiga yaitu (a) media yang mempunyai daya liput luas dan serentak; (b) media dengan daya liput yang terbatas oleh ruang dan tempat dan media untuk pembelajaran individual seperti modul berprogram; (c) pembalajaran melalui komputer. Media yang mempunyai daya liput luas dan serentak adalah media yang menjangkau semua peserta didik dalam waktu yang sama dan tidak terbatas oleh ruang, contoh media ini adalah radio dan televisi. Media dengan daya liput yang terbatas oleh ruang dan tempat adalah media yang membutuhkan ruang dan tempat khusus dalam penggunaannya seperti film, sound slide, dan filim rangkai yang membutuhkan tempat dan ruang yang tertutup dan gelap.
Dilihat dari bahan dan pembuatannya, media menurutnya dapat dibagi menjadi dua yaitu media sederhana dan media kompleks. Media sederhana merupakan media yang bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara pembuatannya mudah dan penggunaannya tidak sulit. Sedangkan media kompleks, merupakan media yang bahan dan alat pembuatannya sulit diperoleh serta mahal harganya, sulit membuatnya, dan penggunaanya memerlukan keterampilan yang memadai.
4.    Kriteria Pemilihan Alat Peraga/Media Pembelajaran
Alat peraga/media merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Karakteristik media beraneka ragam dan berbeda-beda. Agar tepat guna, pemilihan media haruslah dilakukan secara cermat. Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media diantaranya:
a.    Memiliki kelayakan praktis, meliputi: keakraban guru dengan jenis alat peraga; ketersediaan alat peraga dilingkungan sekolah; ketersediaan waktu untuk mempersiapkannya; ketersediaan sarana dan fasilitas pendukung; keluwesan artinya dapat dibawa kemana-mana, dan digunakan kapan saja serta oleh siapa saja.
b.    Memiliki kelayakan pedagogis, diantaranya: media pembelajaran relevan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan merangsang terjadinya proses belajar mengajar.
c.    Memiliki kelayakan biaya, faktor yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini yaitu: analisa untung rugi secara ekonomis; jumlah dan jenis perkakas yang akan digunakan; keterampilan yang diperlukan; gambar atau bagan yang akan dibuat; rancangan atau konstruksi alat, dan evaluasi alat yang dibuat (Asnawir dan Usman, 2002: 19).
Sementara itu menurut Djamarah (2005: 215-217), faktor-faktor yang dapat dijadikan pertimbangan sebagai kriteria dalam pemilihan alat bantu/media pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.    Objektivitas
Guru dalam hal ini tidak boleh memilih suatu media pembelajaran berdasarkan kesenangan pribadi. Untuk itu unsure Subjektivitas guru harus dihindari dengan cara meminta pendapata atau saran dari teman sejawat atau melibatkan siswa dalam pemilihan media pembelajaran
b.    Program Pengajaran
Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan program pengajaran berdasar kuarikulum yang berlaku baik isinya, struktur maupun kedalamannya.
c.    Sasaran Program
Media pembelajaran yang dipilih haruslah sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik, baik dari segi bahasa, symbol-simbol yang digunakan, cara dan kecepatan penyajiannya ataupun waktu penggunaannya, sehingga media yang akan digunakan tepat pada sasaran program.
d.   Situasi dan Kondisi
Situasi dan kondisi juga harus menjadi perhatian dalam pemilihan media pembelajaran. Situasi dan kondisi yang dimaksud meliputi: situasi dan kondisi sekolah atau tempat dan ruangan yang dipergunakan, seperti ukuran, perlengkapan, ventilasi dan juga situasi dan kondisi peserta didik seperti jumlah, motivasi serta kegairahan.
e.    Kualitas Teknik
Kualitas teknik dalam pemilihan media juga perlu dipertimbangkan, apakah media telah memenuhi syarat untuk digunakan atau tidak, sehingga perlu penyempurnaan sebelum digunakan.
f.     Keefektifan dan Efesiensi Penggunaan
Salah satu faktor yang penting dalam pemilihan media pembelajaran adalah keefektifan dan efisiensi media itu sendiri. Media dapat dikatakan efektif apabila informasi pembelajaran dapat diserap secara optimal oleh peserta didik, sedang efisien apabila media tersebut dalam penggunaannya tidak membutuhkan waktu dan biaya yang banyak.
Berdasarkan beberapa pertimbangan yang telah di kemukakan, pada hakikatnya pemilihan dalam penggunaan media pembelajaran menjadi faktor penting yang harus diperhatikan. Karena dengan penggunaan media pembelajaran yang tepat akan diperoleh hasil belajar sesuai yang diharapkan.
5.    Prinsip-prinsip Penggunaan Alat Peraga Pembelajaran
Prinsip pokok yang harus diperhatikan oleh guru dalam penggunaan media pada setiap kegiatan pembelajaran adalah bahwa media digunakan dan diarahkan menurut kebutuhan peserta didik untuk memudahkan dalam memahami materi pelajaran. Oleh karena itu, menurut Asnawir dan Usman (2002: 19) terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penggunaan alat peraga/media pembelajaran adalah sebagai berikut:
  1. Alat peraga/media digunakan sebagai bagian yang integral dalam pembelajaran, atau tidak semata-mata untuk hiburan, akan tetapi benar-benar untuk memudahkan siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran
  1. Alat peraga/media sebagai sumber belajar untuk memecahkan masalah
  1. Guru harus menguasai teknik-teknik dari alat peraga/media yang akan digunakan
  1. Guru memperhitungkan untung rugi dari pemanfaatan alat peraga/media, sehingga alat peraga/media dapat digunakan secara efektif dan efisien
  1. Penggunaan alat peraga/media harus terorganisir secara sistematis agar siswa dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan.
  1. Guru dapat menggunakan multimedia yang menguntungkan dan memperlancar proses belajar mengajar sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar.
Berdasar prinsip-prinsip tersebut, maka penggunaan alat peraga/media pembelajaran bukan hanya berdasar pada kepentingan guru namun harus memperhatikan beberapa hal diantaranya kebutuhan peserta didik itu sendiri.
6.    Fungsi dan Manfaat Penggunaan Alat Peraga/Media Pembelajaran
Berdasarkan uraian di atas, media pembelajaran pada hakikatnya mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Media digunakan untuk memberikan pengalaman belajar yang kongkrit kepada peserta didik serta memudahkan dalam memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru, dengan penggunaan media pembelajaran dapat diperoleh pengalaman belajar secara langsung.
Selanjutnya Levie dan Lentz (1982) dalam Arsyad juga memaparkan bahwa penggunaan alat peraga/media khususnya media visual mempunyai empat fungsi yaitu fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif dan fungsi kompensatoris. Fungsi atensi media visual merupakan inti yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaiatan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Fungsi afektif mediavisual dapat menggugah emosi dan sikap siswa ketika mempelajari teks yang bergambar. Fungsi kognitif yaitu memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. Fungsi kompensatoris media pembelajaran adalah untuk membantu siswa yang lemah dalam membaca agar dapat memahami teks dan mengorganisasikan informasi dalam teks serta mengingatnya kembali (Arsyad, 2007: 17).
Berkenaan dengan fungsi tersebut, maka penggunaan alat peraga mempunyai peran yang sangat integral dalam proses pembelajaran, adapun manfaat yang dapat diambil dari penggunaan alat peraga bagi siswa (Nasution, 2005: 7.8) diantaranya:
a)    untuk meningkatkan motivasi belajar;
b)   menyediakan variasi belajar; memberikan gambaran struktur yang memudahkan belajar,
c)    memberikan contoh yang selektif;
d)   merangsang berfikir analisis;
e)    memberikan situasi belajar yang tanpa beban atau tekanan.
Sedangkan manfaat bagi guru yaitu:
a)    memberikan pedoman dalam merumuskan tujuan pembelajaran; memberikan sistematika mengajar;
b)   memudahkan kendali pembelajaran;
c)    membantu kecermatan dan ketelitian dalam penyajian; membantu membangkitkan rasa percaya diri dalam mengajar;
d)   meningkatkan kualitas pembelajaran.
Melihat fungsi dan manfaat tersebut di atas, sudah seharusnya guru menggunakan alat peraga dalam proses pembelajaran. Namun pada kenyataannya, baik fakta maupun persepsi, masih banyak kalangan yang meragukan kemampuan guru, khususnya dalam penggunaan alat peraga pembelajaran, hal ini didukung oleh hasil uji kemampuan yang menunjukkan bahwa masih banyak guru yang tidak kompeten dan tidak menguasai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta banyaknya dijumpai pembelajaran di kelas yang masih didominasi dengan ceramah satu arah dari guru dan sangat jarang terjadi tanya jawab. Ini mencerminkan bahwa masih banyak guru yang tidak berusaha meningkatkan dan memutahirkan profesionalismenya (Kemendikbud, 2012: 16). Untuk lebih jelasnya akan dibahas dibawah ini tentang kemampuan guru, komponen kemampuan guru dan kemampuan guru dalam penggunaan alat peraga pembelajaran IPA.
7.    In House Training (IHT)
a.    Pengertian IHT
In House Training (iHT) terdiri dari dua kata in house dan training, dalam kamus bahasa Inggris in house artinya di dalam rumah sedangkan training artinya latihan. Adapun istilah training mempunyai banyak makna. dalam buku “ Human Resource Management” , (Noe, 2008: 267) training secara umum adalah refers to a planned effort by a company to facilitate employees’ learning of job related competencies. The job competencies include knowledge, skill or behaviors that are critical for successful job performance” (pelatihan mengacu pada upaya yang direncanakan o leh perusahan untuk mengfasilitasi pembelajaran pada karyawan tentang kemampuan kerja terkait, kemampuan kerja meliputi keterampilan pengetahuan atau perilaku yang penting untuk kinerja yang sukses)
Dessler (1997: 263) mendefinisikan training (pelatihan) merupakan proses mengajarkan karyawan baru atau yang sekarang, tentang keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Sikula mengatakan bahwa “pelatihan merupaka n proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, yang mana tenaga nonmanajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan-tujuan tertentu”. As’ad (Sutrisno, 2009: 67) mengemukakan pelatihan sebagai usaha-usaha yang berencana yang diselenggarakan agar tercapai penguasaan akan keterampilan, pengetahuan, dan sikap-sikap yang relevan terhadap pekerjaan.
Sementara training menurut Meldona (2009: 232) adalah proses sistematis pengubahan tingkah laku para karyawan dalam suatu arah untuk meningkatkan upaya pencapaian tujuan-tujuan organisasi (Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini, memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya).
Berdasar uraian di atas, maka in House Training merupakan program pelatihan yang diselenggarakan di tempat sendiri, sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan guru, dalam menjalankan pekerjaannya dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada (Sujoko, 2012: 40). Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Danim (2012: 94) bahwa in House Training merupakan pelatihan yang dilaksanakan secara internal oleh kelompok kerja guru, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan sebagai penyelenggaraan pelatihan yang dilakukan berdasar pada pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kemampuan dan karier guru tidak harus dilakukan secara eksternal, namun dapat dilakukan secara internal oleh guru sebagai trainer yang memiliki kemampuan yang belum dimiliki oleh guru lain. Sedangkan ketentuan peserta dalam iHT minimal 4 orang dan maksimal 15 orang.
Kesimpulannya, in House Training yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelatihan guru yang dilaksanakan berdasarkan permintaan pihak sekolah, pesertanya berasal dari satu sekolah, dengan materi pelatihan yang disesuaikan oleh pihak sekolah khususnya dalam penggunaan alat peraga, dan dilaksanakan di sekolah tempat guru tersebut bekerja.
b.    Tujuan In Hause Training
Tujuan pelatihan secara bervariasi dijelaskan oleh Dale S. Beach (1975) dan Flippo, menurut Beach tujuan pelatihan adalah “ The objective of training is to achieve a change the behavior of those trained” (tujuan pelatihan adalah untuk memperoleh perubahan dalam tingkah laku mereka yang dilatih). Sedangkan menurut Edwin B Flippo (1976), tujuan pelatihan secara umum adalah “untuk mengembangkan keahlian, pengetahuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang”. Dari kedua tujuan pelatihan yang telah dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pelatihan adalah untuk memperoleh perubahan tingkah laku sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan keahlian, pengetahuan dan sikap.
Bertolak dari simpulan diatas, jika dilihat dari segi peningkatan dan pengembangan keahlian maka tujuan pelatihan menurut Meldona (2009: 234-236) dapat diuraikan sebagai berikut:
1)         Memutahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih (trainer) memastikan bahwa karyawan dapat secara efektif menggunakan teknologi-teknologi baru. Perubahan teknologi, pada gilirannya, berarti bahwa pekerjaan menjadi sering berubah dan keahlian serta kemampuan karyawan haruslah dimutahirkan melalui pelatihan.
2)         Mempersiapkan karyawan untuk promosi. Pelatihan memungkinkan karyawan menguasai keahlian yang dibutuhkan untuk pekerjaan berikutnya dijenjang organisasi yang lebih tinggi.
Dilihat dari segi peningkatan dan pengembangan pengetahuan maka tujuan pelatihan seperti yang disampaikan oleh Kamaludin (2011) dan Meldona (2009: 234) yaitu:
1)        Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang bekerja atau didayagunakan oleh instansi terkait. Hal ini diharapkan dapat mendukung target organisasi dalam upaya mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Bekerja sesuai Misi dan Visi organisasi.
2)        Memperbaiki kinerja, bagi karyawan yang bekerja secara tidak memuaskan karena kurang keterampilan maka diikutkan pelatihan yang dapat memungkinkan perbaikan kinerjanya. Kendati pelatihan tidak dapat memecahkan semua permasalahan kinerja, tetapi program yang baik seringkali dapat meminimalkan permasalahan tersebut.
Sedangkan jika dilihat dari segi peningkatan sikap maka tujuan pelatihan menurut Kamaludin (2011) diantaranya adalah:
1)        Menciptakan interaksi antara peserta. Jika organsisasi, instansi atau perusahaan yang memiliki banyak cabang di berbagai daerah yang tersebar di Indonesia maka besar kemungkinan mereka memiliki cara kerja yang berbeda, pengalaman yang berbeda, dan kualitas yang berbeda. Dengan pelatihan peserta dapat bertukar informasi sehingga bukan tidak mungkin ini cara yang paling efektif untuk menciptakan standarisasi kinerja yang paling efektif.
2)        Mempererat rasa kekeluargaan dan kebersamaan antara karyawan. Karena mereka bekerja untuk satu naungan yang sama, bukan tidak mungkin mereka tidak lagi  kaku untuk sharing, bersahabat  dan lebih kompak.
3)        Meningkatkan motivasi dan budaya belajar yang berkesinambungan. Hal ini bisa mengeksplorasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi di  lapangan yang berkaitan dengan peningkatan efektifitas kerja, sehingga dapat mencari solusi secara bersama-sama dengan kemungkinan solusi terbaik
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, maka pada hakikatnya tujuan pelatihan menurut Moekijat dalam Kamil (2010: 11) dapat disederhanakan menjadi tiga yaitu: meningkatkan dan mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif; meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional; meningkatkan dan mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan pimpinan. Berdasar tujuan tersebut maka menurut peneliti kegiatan in House Training dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan kualitas sumber daya manusia dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi di tempat guru tersebut bekerja, khususnya peningkatan kemampuan guru dalam penggunaan alat peraga/media pembelajaran.
Kegiatan iHT dalam penelitian ini bertujuan untuk membantu meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan alat peraga pebelajaran meliputi peningkatan pengetahuan berbagai jenis alat peraga dan cara penggunaannya; peningkatan keterampilan dalam menggunakannya dan keterampilan membuat alat peraga yang dibutuhkan sebagai alternatif alat peraga yang belum tersedia.
Lebih lanjut untuk memenuhi tujuan tersebut, maka terlebih dahulu sebelum melakukan pelatihan menganalisa kebutuhan dalam pelatihan, dengan mengidentifikasi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk memperbaiki atau meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan alat peraga, kemudian menganalisa peserta pelatihan untuk memastikan program pelatihan sesuai dengan tingkat pendidikan (Dessler, 1997: 266), menganalisa biaya yang akan dibutuhkan pada pelaksanaan pelatihan, dan menganalisa penggunaan metode pengumpulan data untuk dapat mengukur keberhasilan pelaksanaan pelatihan, sehingga dapat didesain pelatihan yang akan dilakukan. Setelah tahap analisa dilakukan, tahap berikutnya menentukan atau memutuskan kebutuhan pelaksanaan pelatihan (Marwansyah, 2012: 170).
Pelaksanaan pelatihan itu sendiri dilakukan melalui beberapa fase diantaranya:
1)        Fase Perencanaan
Perencanaan mempunyai fungsi untuk menentukan tujuan atau kerangka tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu (Syukur, 2011: 9). Untuk itu, perencanaan akan sangat membantu keberhasilan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, jika dilakukan dengan baik dan cermat. Hal-hal yang perlu dilakukan pada fase ini adalah: menentukan sasaran pelatihan; menentukan tujuan pelatihan; menentukan pokok bahasan/materi pelatihan; menentukan pendekatan dan metodologi pelatihan; menentukan peserta pelatihan dan fasilitator (trainer); menentukan waktu dan tempat pelatihan; menentukan semua bahan yang diperlukan dalam pelatihan; menentukan model evaluasi pelatihan; menentukan sumber dana dan pembiayaan yang dibutuhkan.
2)        Fase Proses Penyelenggaraan
Proses penyelenggaraan pelatihan pada dasarnya merupakan implementasi dari perencanaan. Fase ini dibagi menjadi dua tahapan yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan pelatihan. Pada tahap persiapan proses pelatihan diantaranya meliputi: mempersiapkan kelengkapan bahan pelatihan (undangan pemberitahuan, materi, jadwal, media, daftar hadir, instrument evaluasi) dan kesiapan sarana prasarana (tempat, fasilitas, konsumsi, peserta maupun trainer) (Nawawi, 2008: 228). Sedangkan tahap pelaksanaan pelatihan, melalui alur sebagai berikut:
a)   Mencairkan suasana agar peserta pelatihan merasa santai; (b)Menjelaskan tujuan pelatihan;
b)   Memotivasi peserta untuk bertanya;
c)   Mengakrabkan guru dengan alat peraga/media yang digunakan dalam pelatihan;
d)  Menjelaskan pembelajaran yang berkualitas;
e)   Trainer menyampaikan materi dan memperagakan secara sistematis tentang penggunaan alat peraga/media yang digunakan dalam pelatihan secara perlahan;
f)    Trainer mengulang peragaan dan menjelaskan titik kunci;
g)   Trainer  meminta  peserta  pelatihan  untuk  menjelaskan  penggunaan alat peraga/media pembelajaran secara sistematis;
h)   Trainer membimbing peserta dalam uji coba peragaan penggunaan alat peraga pembelajaran secara bertahap untuk membangun keterampilan;
i)     Perserta mendemonstrasikan kemampuan dalam penggunaan alat peraga secara mandiri;
j)     Memberikan pujian untuk peserta yang dapat mendemonstrasikan dengan baik (Dessler, 1997: 272).
3)        Fase Evaluasi Pelatihan
Fase evaluasi adalah fase penilaian terhadap kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan. Fase ini bukan untuk menilai prestasi hasil belajar peserta pelatihan melainkan penilaian yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan dan sesudah kegiatan pelatihan (Nawawi, 2008: 228). Fase ini dilakukan dengan tujuan:
a)   Menemukan indikator-indikator mana saja dari suatu pelatihan yang berhasil mencapai tujuan yang sudah direncanakan, serta bagian-bagian yang tidak mencapai tujuan atau kurang dari pelatihan sehingga dapat dibuat langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
b)   Memberi kesempatan kepada peserta untuk menyumbangkan pemikiran dan saran-saran serta penilaian terhadap efektifitas program pelatihan yang dilaksanakan.
c)   Mengetahui sejauh mana dampak kegiatan pelatihan terutama yang berkaitan dengan terjadinya perilaku di kemudian hari.
d)  Identifikasi kebutuhan pelatihan untuk merancang dan merencanakan kegiatan pelatihan selanjutnya (Wiyoto dan Rahmat, 5-6).
Fase  penilaian  di  atas  merupakan  fase  terakhir  dari  seluruh  pelaksanaan pelatihan, pada fase ini dimaksudkan untuk menilai kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan dan dilakukan selama dan sesudah pelatihan. Diantaranya kemampuan peserta mentranfer materi pelatihan, metode yang digunakan, kemampuan trainer dalam menggunakan metode, dan juga sarana pelatihan. Hasil dari evalusi tersebut kemudian akan menjadi umpan balik, untuk melakukan prediksi atau perkiraan kebutuhan pelatihan selanjutnya. Melalui beberapa tahapan diatas, maka diharapkan pelaksanaan IHT dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
8.    Upaya Peningkatan Kemampuan Guru dalam Penggunaan Alat Peraga melalui in House Training
a.    Upaya Peningkatan Kemampuan Guru
Upaya peningkatan kemampuan guru pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai metode dan strategi, upaya ini dapat dilakukkan oleh prakarsa dari lembaga terkait dengan beberapa jenis kegiatan yang dapat dijadikan alternatif sebagai pemecahannya. Diantara kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan guru khususnya dalam memperbaiki proses belajar mengajar adalah program supervisi akademik. Program ini dapat dilakukan oleh kepala sekolah atau pengawas dengan maksud sebagai pemberian bantuan dan layanan kepada guru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran agar memperoleh hasil yang lebih baik (2010: 94). Adapun wahana lain yang dapat dijadikan sebagai wadah dalam meningkatan kemampuan guru adalah kelompok kerja guru (KKG) atau musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Tujuan KKG/MGMP antara lain: sebagai wadah kerja sama dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah, sarana pembinaan profesional dan menumbuhkan semangat kompetitif dikalangan guru serta sebagai wadah penyebaran inovasi. Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan dalam KKG/MGMP dapat berupa case study, lesson study, dan penelitian tindakan kelas (Zainal, 2010).
Lebih lanjut Danim (2011: 94) menjelaskan bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dikelompokkan menjadi dua jenis kegiatan yaitu kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun non pendidikan dan pelatihan. Jenis kegiatan yang dilakukan dalam bentuk non pendidikan dan pelatihan dapat berupa diskusi masalah pendidikan, seminar, workshop, makalah, penulisan buku ajar, pembuatan media pembelajaran, dan pembuatan karya teknologi/karya seni. Sedangkan Jenis kegiatan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan diantaranya:
1)   Program magang.
Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di institusi/industri yang relevan dalam rangka meningkatkan kemampuan profesional guru. Program magang ini terutama diperuntukkan bagi guru kejuruan dan dapat dilakukan selama priode tertentu, misalnya, magang di industri otomotif dan yang sejenisnya. Program magang dipilih sebagai alternatif pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu khususnya bagi guru-guru sekolah kejuruan memerlukan pengalaman nyata.
2)   Kemitraan sekolah
Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat dilaksanakan bekerjasama dengan institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu. Pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau di tempat mitra sekolah. Pembinaan melalui mitra sekolah diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra dapat dimanfaatkan oleh guru yang mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya.
3)   Belajar jarak jauh
Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan melalui belajar jarak jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di ibu kota kabupaten atau di propinsi
4)   Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus.
Pelatihan jenis ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pelatihan yang diberi wewenang, di mana program pelatihan disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kemampuan. Pelatihan khusus (spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru dalam keilmuan tertentu.
5)   Kursus singkat di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya.
Kursus singkat di pergururan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kemampuan guru dalam beberapa kemampuan seperti melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya.
6)   Pembinaan internal oleh sekolah
Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya (Danim, 2011: 96).
7)   Pendidikan lanjut
Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan alternatif bagi pembinaan profesi guru di masa mendatang. Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di luar negeri, bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi.
8)   In House Training (IHT).
Pelatihan dalam bentuk iHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal di kelompok kerja guru, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui iHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kemampuan dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kemampuan kepada guru lain yang belum memiliki kemampuan. Dengan strategi ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu dan biaya.
9.    Upaya Peningkatan Kemampuan Guru dalam Penggunaan Alat Peraga melalui In House Training
Guru merupakan ujung tombak dalam meningkatkan kualitas pendidikan, interaksi langsung dengan peserta didik dilakukan oleh guru dalam pembelajaran di ruang kelas. Melalui proses belajar dan mengajar inilah berawalnya kualitas pendidikan. Artinya, secara keseluruhan kualitas pendidikan berawal dari kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di ruang kelas.
Secara kuantitas, jumlah guru di Indonesia cukup memadai. Namun salah satu masaalah pokok yang dihadapi oleh pendidikan di Indonesia adalah masih rendahnya mutu output pendidikan dan mutu masukan instrumental diantaranya yaitu guru. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, serta banyaknya guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan ini cukup memprihatinkan, dengan prosentase lebih dari 50% di seluruh Indonesia.
Menurut data Kemendiknas 2010 akses pendidikan di Indonesia masih perlu mendapat perhatian, dari sisi kualitas guru dan komitmen mengajar terdapat lebih dari 54% guru memiliki standar kualifikasi yang perlu ditingkatkan. Ini seharusnya menjadi salah satu titik berat perbaikan sistem pendidikan di Indonesia, mengingat semakin maju-nya suatu negara bermula dari pendidikan yang berkualitas, pendidikan yang berkualitas bermuara dari pembelajaran yang berkualitas, pembelajaran yang berkualitas dimulai dari pengajar yang berkualitas pula
Menurut Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69. Berdasarkan data, perkembangan pendidikan Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2011 yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahun dan berisi hasil pemantauan pendidikan dunia, dari 127 negara, Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69, dibandingkan Malaysia (65) dan Brunei (34)
Bertolak dari hal tersebut, kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada hakikatnya merupakan keputusan yang strategis. Mutu pendidikan pada umumnya dapat dilihat dari dua segi yaitu segi proses dan segi produk. Dari segi proses, pendidikan dapat disebut bermutu apabila proses pembelajaran berlangsung secara efektif sehingga menghasilkan produk yang berkualitas. Sedangkan dari segi produk, hasil pendidikan disebut bermutu jika peserta didik menunjukkan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar yang dinyatakan dalam prestasi belajar; hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupannya; hasil pendidikan yang sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan, khususnya dunia kerja (Depdikbud, 1996).
Berdasar paparan tersebut, maka upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu dari segi proses pembelajaran khususnya kemampuan dalam penggunaan alat peraga pembelajaran IPA, adalah dengan pelatihan. Hal ini seperti penelitian yang dilakukan oleh Nur Khoiri dan Siti Fathonah (2010: 8), berdasar hasil penelitiannya terdapat peningkatkan penguasaan materi dan peningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam menggunakan alat peraga struktur atom dari limbah kertas. Kegiatan tersebut mendapat respon positif dari seluruh peserta pelatihan karena memberi bekal tidak hanya bersifat teoritis tapi juga aplikasi-aplikasi kongkrit. Berdasar akan hal itu maka dalam penelitian ini diuji cobakan in
House Training sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan alat peraga pembelajaran IPA. Adapun alasan pemilihan iHT diantaranya:
a.         Isi materi pelatihan lebih spesifik dan disesuaikan dengan keinginan pihak sekolah;
b.         Lebih fokus karena seluruh peserta berasal dari satu sekolah; umumnya trainer (pelatih) melakukan survey pendahuluan atau setidaknya melakukan wawancara dalam proses training need analysis sebagai bahan masukan agar lebih fokus pada inti permasalahan yang ada di sekolah;
c.         Trainer (pelatih) dapat dengan mudah mengumpulkan data awal seperti masalah, kebutuhan, latar belakang peserta dan harapan dari pihak sekolah sebagai penyelenggara;
d.        Data awal dalam proses pelaksanaan in House Training, sangat membantu trainer dalam merumuskan sasaran pelatihan, membuat desain pelatihan, membangun alur, dan memilih metode pelatihan Instansi (pihak sekolah) dapat memberikan masukan atau pesan yang ingin diselipkan diantara isi materi pelatihan.
e.         Instansi (pihak sekolah) dapat melakukan permintaan materi-materi pelatihan khusus yang tidak terdapat pada list daftar pelatihan yang telah ada.
f.          Dalam jangka panjang dari segi cost, result, time dan impact, in-House Training lebih efektif jika dibandingkan dengan pelatihan lainnya.
g.         Waktu lebih singkat.
h.         Materi lebih mudah diserap.
i.           Meningkatkan  kinerja  sumber  daya  manusia  dan  kemampuan  secara langsung karena materi yang disampaikan 40% teori dan 60% praktek
Alasan lain yang dapat dijadikan iHT sebagai salah satu alternatif upaya untuk meningkatkan kemampuan guru adalah berdasar pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kemampuan dan karier guru tidak harus dilakukan secara eksternal, namun dapat dilakukan secara internal oleh guru sebagai trainer yang memiliki kemampuan yang belum dimiliki oleh guru lain. Berdasar alasan tersebut iHT akan lebih efektif dan efisien dilaksanakan jika dibanding dengan pelatihan lain seperti seminar, Workshop, diskusi tentang pendidikan atau kegiatan pelatihan lainnya. Jika dibandingkan dengan seminar, iHT lebih efektif karena peserta dapat berperan aktif dalam pelaksanaan iHT, materi ditentukan sesuai dengan keinginan pihak sekolah dan lebih mengutamakan praktek sehingga peserta mengalami secara langsung, sedangkan pada kegiatan seminar materi berpangkal dari penelitian yang telah di susun oleh penyelenggara, dibahas secara teoritis dan peran perserta dalam seminar kurang aktif dan memerlukan waktu yang cukup lama. Sedangkan jika dibandingkan dengan kegiatan workshop, iHT lebih memotivasi guru untuk meningkatkan motivasi budaya belajar yang berkesinambungan dengan memanfaatkan guru yang memiliki kelebihan khusus dibanding guru lainnya, dan mempererat rasa kekeluargaan karena iHT dapat dilakukan di tempat kerja, dan semua peserta berasal dari satu sekolah dengan jumlah peserta yang tidak terlalu banyak sehingga materi lebih mudah diserap, dan membekali peserta dengan keterampilan khusus sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik sedangkan workshop pada umumnya menggunakan nara sumber dari pihak luar, jumlah peserta lebih banyak dan heterogen, dan mengutamakan produk seperti penelitian RPP, penyusunan KTSP, analisis kurikulum dan lain sebagainya.
Berdasar alasan-alasan di atas, maka dalam penelitian ini sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan alat peraga pembelajaran, dalam iHT dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
a)         Memperkenalkan berbagai jenis alat peraga IPA sehingga guru dapat menambah pengetahuan tentang jenis-jenis alat peraga IPA;
b)        Menjelaskan pentingnya penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran IPA, sehingga dapat memperlancar dan memudahkan peserta didik agar memahami materi pelajaran IPA yang diberikan oleh guru;
c)         Menjelaskan beberapa pertimbangan yang diperlukan dalam memilih alat peraga, hal ini dimaksudkan agar guru dapat memilih alat peraga yang tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran IPA, sehingga pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien;
d)        Memberikan contoh penggunaan alat peraga IPA/demonstrasi secara sistematis sehingga mudah untuk dipahami;
e)         Sharing dan tanya jawab tentang berbagai hal mengenai penggunaan alat peraga pembelajaran IPA;
f)         Mengadakan praktek langsung (simulasi) untuk mengimplementasikan penggunaan alat peraga pada proses belajar mengajar IPA;
g)        Memberikan tantangan berupa suatu masalah (case study) tentang penggunaan alat peraga pada salah satu materi pelajaran IPA untuk dipecahkan, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan peserta iHT dalam menganalisa masalah dan berfikir secara kritis;
h)        Mendiskusikan tentang berbagai permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan penggunaan alat peraga IPA untuk mencari alternatif lain sebagai jalan keluar apabila alat peraga belum tersedia;
i)          Evaluasi untuk mengetahui seberapa pencapaian kemampuan peserta pelatihan dalam menyerap materi yang telah disampaikan selama pelaksanaan iHT.
B.       Kerangka Pikir
Alat peraga adalah alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran yang memiliki fungsi untuk memperjelas, memudahkan siswa memahami konsep/prinsip atau teori, dan membuat pesan kurikulum yang akan disamIPAkan kepada siswa menarik, sehingga motivasi belajar siswa meningkat dan proses belajar dapat lebih efektif dan efesien (Nasution, 2005: 7.4). Alat peraga disebut juga sebagai media pembelajaran. Secara umum alat peraga/media pembelajaran terdiri dari bahan cetakan atau bacaan (buku, koran, majalah dan lain-lain), alat-alat audio visual (radio kaset, televisi, video, dan lain-lain), koleksi benda-benda serta sumber masyarakat (monument, candi, dan peninggalan sejarah lainnya) (Sadiman dkk, 2011: 3).
Mengatasi masalah tersebut, upaya peningkatan kompetensi guru pada hakikatnya dapat dilakukan oleh instansi terkait dengan berbagai jenis kegiatan ataupun dengan berbagai metode dan strategi. Diantara upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru adalah kegiatan supervisi akademik, kegiatan kelompok kerja guru (KKG) yang berupa case study, lesson study dan penelitian karya ilmiah, serta dapat berupa pendidikan dan pelatihan seperti: program magang, belajar jarak jauh, pelatihan berjenjang, kursus singkat dan in House Training (iHT).
Berdasarkan hal itu, maka salah satu upaya yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kompetensi guru dalam penggunaan alat peraga pembelajaran IPA yaitu melalui kegiatan pelatihan, dalam penelitian ini akan dicobakan kegiatan in House Training (iHT) sebagai pemecahan masalah, diharapkan dengan kegiatan pelatihan tersebut permasalahan yang muncul dapat teratasi.
C.      Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dapat diartikan sebagai alternatif tindakan yang dipilih untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi atau meningkatkan suatu kondisi (Mulyasa, 2010: 102). Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Bahwa pelaksanaan in House Training dapat meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan alat peraga/media pembelajaran IPA.
2.    Bahwa in House Training dapat meningkatkan kemampuan guru dalam pembuatan alat peraga/media pembelajaran IPA di SDN 013 ....................... tahun tahun pelajaran …………...





Untuk mendapatkan file secara lengkap, terdiri dari Bagian Depan, Bab I, II, III, IV, V, Daftar Pustaka dan Lampiran2, silakan klik disini.
Terima kasih.


                 
                 




Postingan Terpopoler

PTK AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN SMK

  Loggo                 LAPORAN HASIL   PENELITIAN TINDAKAN KELAS     PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR AG...